OTT KPK Ungkap Praktik Korupsi di OKU: Tiga Anggota DPRD Terjerat Kasus Suap Proyek
OTT KPK Ungkap Praktik Korupsi di OKU: Tiga Anggota DPRD Terjerat Kasus Suap Proyek
Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan, berhasil membongkar praktik korupsi yang melibatkan tiga anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat. Ketiga anggota dewan tersebut diduga kuat terlibat dalam kasus suap dan pemotongan anggaran proyek infrastruktur di daerah tersebut. Penangkapan ini terjadi hanya sehari setelah KPK mengeluarkan surat edaran (SE) yang memperingatkan penyelenggara negara terkait pencegahan gratifikasi menjelang hari raya Idul Fitri, sebuah ironi yang semakin menguatkan citra buruk praktik korupsi di Indonesia.
Berdasarkan keterangan resmi KPK, tiga anggota DPRD OKU yang ditetapkan sebagai tersangka adalah Ferlan Juliansyah (FJ) dari Komisi III, M Fahrudin (MFR) selaku Ketua Komisi III, dan Umi Hartati (UH) selaku Ketua Komisi II. Ketiganya diduga menagih fee proyek kepada Nopriansyah (NOP), Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) OKU. Penagihan tersebut dilakukan menjelang Idul Fitri, meskipun KPK telah memberikan peringatan tegas melalui SE Nomor 7 Tahun 2025 terkait larangan menerima atau memberikan gratifikasi. Nopriansyah sendiri telah menerima uang sebesar Rp 2,2 miliar dari seorang pengusaha bernama M Fauzi alias Pablo (MFZ), dan Rp 1,5 miliar dari Ahmad Sugeng Santoso (ASS). Uang tersebut diduga diperuntukkan sebagai bagi-bagi fee kepada anggota DPRD yang terlibat.
Selain ketiga anggota DPRD tersebut, KPK juga menetapkan Nopriansyah, M Fauzi alias Pablo, dan Ahmad Sugeng Santoso sebagai tersangka. Total enam orang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Dalam OTT yang dilakukan pada 15 Maret 2025, KPK mengamankan uang tunai sebesar Rp 2,6 miliar dan sebuah mobil Fortuner. Kasus ini semakin memprihatinkan mengingat rendahnya skor Survei Penilaian Integritas (SPI) Kabupaten OKU pada tahun 2024, yang masuk dalam kategori rentan atau merah. Skor terendah terdapat pada pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM) dan pengadaan barang dan jasa (PBJ), yang menunjukkan kelemahan signifikan dalam sistem pemerintahan daerah.
Ketua KPK, Setyo Budiyanto, dalam konferensi pers, menjelaskan bahwa penagihan fee proyek tersebut telah direncanakan sejak awal pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD). KPK juga tengah menyelidiki kemungkinan adanya keterlibatan pihak lain, termasuk pejabat pemerintahan sebelumnya dan anggota DPRD OKU lainnya. Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, menambahkan bahwa KPK akan mendalami kemungkinan adanya pertemuan antara para tersangka dengan Bupati OKU terkait kasus ini, untuk mengungkap sejauh mana keterlibatan dan perencanaan korupsi yang terstruktur ini.
Rendahnya skor Monitoring Centre for Prevention (MCP) OKU tahun 2024, khususnya pada indikator penetapan APBD yang hanya mendapat skor 9 dari skala 1-100, semakin menguatkan dugaan adanya praktik korupsi sistemik yang telah berlangsung lama. OTT ini menjadi bukti nyata dari lemahnya pencegahan korupsi di OKU, dan KPK menegaskan komitmennya untuk menindak tegas para pelaku serta melakukan investigasi lebih lanjut untuk mengungkap jaringan dan aktor lainnya yang terlibat dalam kasus ini. Upaya pencegahan korupsi melalui pembentukan desa antikorupsi di Sumatera Selatan juga terus dilakukan KPK sebagai bagian dari strategi jangka panjang untuk memberantas praktik korupsi di akar rumput.
Daftar Tersangka: * Ferlan Juliansyah (FJ) - Anggota Komisi III DPRD OKU * M Fahrudin (MFR) - Ketua Komisi III DPRD OKU * Umi Hartati (UH) - Ketua Komisi II DPRD OKU * Nopriansyah (NOP) - Kepala Dinas PUPR OKU * M Fauzi alias Pablo (MFZ) - Swasta * Ahmad Sugeng Santoso (ASS) - Swasta