Inflasi Medis yang Tinggi Ancam Aksesibilitas Asuransi Kesehatan di Indonesia

Inflasi Medis yang Tinggi Ancam Aksesibilitas Asuransi Kesehatan di Indonesia

Lonjakan biaya layanan kesehatan yang signifikan di Indonesia telah menimbulkan kekhawatiran akan menurunnya aksesibilitas masyarakat terhadap asuransi kesehatan. Ketua Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), Budi Tampubolon, memproyeksikan peningkatan jumlah penduduk yang tak mampu lagi membeli asuransi kesehatan swasta. Hal ini, menurutnya, merupakan konsekuensi langsung dari inflasi medis yang tinggi, bahkan pernah mencapai angka dua digit, hingga 15% di tahun-tahun sebelumnya. Dalam rapat dengan Komisi XI DPR RI pada Senin, 17 Maret 2025, Tampubolon menekankan bahwa jika tren ini berlanjut, asuransi kesehatan akan menjadi komoditas mewah yang hanya terjangkau oleh sebagian kecil masyarakat.

Pernyataan tersebut menimbulkan keprihatinan serius terhadap sistem kesehatan nasional. Jika semakin sedikit masyarakat yang mampu membeli asuransi swasta, maka beban BPJS Kesehatan akan semakin meningkat secara drastis. Saat ini, BPJS Kesehatan menanggung sebagian besar penduduk Indonesia. Peningkatan klaim yang signifikan akibat terbatasnya akses asuransi swasta dapat mengancam keberlangsungan dan efektivitas program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola oleh BPJS Kesehatan. Oleh karena itu, AAJI telah melakukan diskusi intensif dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Kementerian Kesehatan untuk merumuskan strategi bersama guna menghadapi tantangan ini. Upaya kolaboratif ini menjadi krusial untuk mencegah krisis sistemik dalam akses layanan kesehatan.

Data yang diperoleh dari detikHealth menunjukkan bahwa per 1 September 2024, BPJS Kesehatan telah mencakup 276,12 juta jiwa atau 98,67% dari total penduduk Indonesia. Namun, data dari Kementerian Kesehatan mengungkapkan fakta yang memprihatinkan: sekitar 25% masyarakat Indonesia masih belum memiliki jaminan kesehatan aktif. Data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 lebih rinci lagi, menunjukkan bahwa 34% dari mereka yang belum terlindungi adalah penduduk pedesaan, sementara 23% berada di perkotaan. Disparitas akses terhadap jaminan kesehatan ini menunjukkan perlunya intervensi kebijakan yang lebih terfokus dan efektif untuk menjangkau kelompok masyarakat yang rentan, terutama di daerah pedesaan.

Tantangan yang dihadapi bukan hanya sekadar masalah keuangan semata, melainkan juga masalah akses dan pemerataan layanan kesehatan. Perlu adanya strategi jangka panjang yang komprehensif, melibatkan berbagai pemangku kepentingan, untuk memastikan setiap warga negara Indonesia memiliki akses yang adil dan terjangkau terhadap layanan kesehatan yang berkualitas. Hal ini menuntut kolaborasi yang kuat antara pemerintah, lembaga asuransi, dan penyedia layanan kesehatan untuk menemukan solusi inovatif yang berkelanjutan. Pentingnya sinergi antar berbagai pihak ini tak dapat lagi diabaikan untuk menjaga keberlangsungan dan kesinambungan sistem kesehatan nasional yang berkeadilan.

Beberapa langkah yang dapat dipertimbangkan antara lain adalah:
Subsidi pemerintah: Pemerintah dapat mempertimbangkan memberikan subsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah untuk mengurangi beban biaya asuransi kesehatan. * Peningkatan efisiensi BPJS Kesehatan: Perlu dilakukan peningkatan efisiensi dan transparansi dalam pengelolaan BPJS Kesehatan agar dana dapat digunakan secara optimal. * Penguatan layanan kesehatan primer: Penguatan layanan kesehatan primer di daerah dapat mengurangi beban rujukan ke rumah sakit dan menurunkan biaya kesehatan secara keseluruhan. * Penegakan regulasi:* Penegakan regulasi yang ketat terhadap penyedia layanan kesehatan dapat mencegah praktik-praktik yang tidak bertanggung jawab dan menurunkan biaya layanan.

Kesimpulannya, inflasi medis yang tinggi merupakan ancaman serius terhadap aksesibilitas asuransi kesehatan di Indonesia. Perlu adanya respons cepat dan terkoordinasi dari berbagai pihak untuk memastikan setiap warga negara Indonesia memiliki akses yang adil dan terjangkau terhadap layanan kesehatan yang berkualitas.