Serangan Udara AS di Yaman: Eskalasi Konflik dan Persyaratan Penghentian Permusuhan

Serangan Udara AS di Yaman: Eskalasi Konflik dan Persyaratan Penghentian Permusuhan

Amerika Serikat (AS) telah meningkatkan intensitas serangan udara terhadap kelompok Houthi di Yaman, memicu reaksi keras dan eskalasi konflik di wilayah tersebut. Menteri Pertahanan AS, Pete Hegseth, pada Minggu, 16 Maret 2025, secara tegas menyatakan bahwa serangan udara AS akan berlanjut selama kelompok Houthi masih melancarkan serangan terhadap kapal-kapal AS di Laut Merah. Pernyataan ini disampaikan sehari setelah serangan udara AS menewaskan sedikitnya 53 orang, memicu kecaman internasional.

Hegseth menekankan bahwa penghentian serangan terhadap armada AS menjadi syarat mutlak bagi AS untuk menghentikan operasi militernya. "Begitu Houthi mengatakan 'Kami akan berhenti menembaki kapal Anda', kami akan berhenti menembaki drone Anda," tegasnya. Pernyataan ini memperjelas bahwa AS menetapkan syarat yang sangat spesifik untuk mengakhiri konflik militer yang telah berlangsung ini, menempatkan beban tanggung jawab sepenuhnya pada kelompok Houthi.

Respons dari pihak Houthi pun tak kalah tegas. Pemimpin Houthi, Abdul Malik Al Houthi, melalui pidato yang disiarkan televisi, mengancam akan melanjutkan serangan terhadap kapal-kapal AS di Laut Merah jika serangan udara AS tidak dihentikan. "Jika mereka melanjutkan agresi, kami akan melanjutkan eskalasi," ancamnya. Klaim Houthi mengenai serangan terhadap kapal induk USS Harry S Truman dan kapal perang AS lainnya dengan rudal balistik dan drone dibantah oleh pejabat AS. Meskipun demikian, pengakuan mengenai peluncuran rudal dan drone oleh Houthi menunjukkan semakin meningkatnya kemampuan militer kelompok tersebut dan meningkatkan kekhawatiran akan dampak eskalasi konflik.

Seorang pejabat AS menyatakan bahwa pesawat tempur AS berhasil mencegat 11 drone Houthi pada Minggu, 16 Maret 2025, tanpa satu pun yang berhasil mendekati kapal induk USS Truman. Satu rudal yang terdeteksi jatuh di lepas pantai Yaman dinilai tidak membahayakan. Keberhasilan pencegatan ini menunjukan keunggulan teknologi militer AS, namun tidak serta merta meredakan ketegangan di wilayah tersebut. Justru, pernyataan tegas dari kedua belah pihak mengindikasikan semakin sulitnya mencapai penyelesaian damai.

Eskalasi konflik ini juga telah menarik perhatian negara-negara lain. Rusia mengecam serangan udara AS dan menyerukan dialog politik untuk menyelesaikan konflik. Di sisi lain, Presiden AS Donald Trump dan Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio secara langsung menuding Iran sebagai pendukung utama Houthi dan memperingatkan akan konsekuensi dukungan tersebut. Pernyataan Trump yang tegas, "Jika Iran mengancam AS, Amerika akan meminta pertanggungjawaban Anda sepenuhnya dan kami tidak akan bersikap baik tentang hal itu!" menunjukkan keseriusan AS dalam menghadapi dukungan Iran terhadap Houthi. Rubio menambahkan bahwa keterlibatan Iran dalam aksi Houthi di Laut Merah tidak dapat diabaikan, menekankan tanggung jawab Iran atas serangan terhadap kapal-kapal Angkatan Laut AS dan jalur pengiriman global.

Ketegangan antara AS dan Houthi, yang telah berlangsung selama beberapa bulan terakhir dan diperparah dengan pernyataan Houthi untuk menyerang kapal-kapal Israel di Laut Merah jika blokade bantuan ke Gaza tidak dicabut, semakin memperumit situasi. Pernyataan-pernyataan keras dari berbagai pihak dan minimnya upaya diplomasi yang signifikan meningkatkan kekhawatiran akan meluasnya konflik dan potensi dampak kemanusiaan yang lebih besar bagi penduduk Yaman yang telah lama menderita akibat perang.

Situasi ini menuntut upaya diplomasi yang intensif dan komprehensif untuk mencegah eskalasi lebih lanjut dan mencapai penyelesaian damai yang berkelanjutan. Keengganan kedua belah pihak untuk berkompromi menunjukkan betapa rumitnya menyelesaikan konflik ini dan diperlukan pendekatan yang lebih bijaksana serta melibatkan seluruh pihak terkait untuk meredakan ketegangan dan menciptakan ruang dialog yang konstruktif.