Janda Tiga Anak Menuntut Keadilan Usai Suami Tewas Ditembak Mantan Polisi

Janda Tiga Anak Menuntut Keadilan Usai Suami Tewas Ditembak Mantan Polisi

Sidah (32), warga Palangka Raya, kini harus menanggung beban hidup sendirian setelah suaminya, Budiman Arisandi, tewas ditembak oleh Brigadir Anton Kurniawan Stiyanto (AKS), mantan anggota polisi dari Satuan Sabhara Polresta Palangka Raya, pada 27 November 2024. Kehilangan Budiman, seorang sopir ekspedisi paruh waktu, telah meninggalkan luka mendalam dan tantangan ekonomi yang berat bagi Sidah yang harus membesarkan tiga anaknya yang masih bersekolah, berusia 10, 8, dan 6 tahun.

Peristiwa nahas itu meninggalkan trauma yang tak terhapuskan bagi Sidah. Kontak terakhirnya dengan Budiman terjadi tepat pada hari kejadian, melalui sambungan telepon. Sepuluh hari kemudian, barulah ia menerima kabar duka dari pihak kepolisian tentang penemuan jenazah suaminya. Kesedihan Sidah bertambah karena keterbatasan ekonomi membuat keluarganya tak mampu hadir dalam proses pemakaman Budiman di Palangka Raya. Mereka baru dapat mengunjungi makam tiga hari setelah pemakaman. Bahkan, anak-anaknya baru mengetahui kematian ayah mereka setelah melihat foto jenazah. "Awalnya anak-anak tidak tahu ayahnya meninggal. Setelah melihat foto, mereka baru tahu bahwa ayahnya sudah tiada. Kadang mereka menangis kalau lagi sendirian," ungkap Sidah dengan suara bergetar menahan kesedihan.

Budiman, menurut penuturan Sidah, dikenal sebagai sosok pekerja keras dan humoris. Sebagai sopir ekspedisi freelance, penghasilannya tidak menentu, hanya bergantung pada pekerjaan yang didapatnya. Kehilangan tulang punggung keluarga ini semakin mempersulit kehidupan Sidah dan ketiga anaknya. Kehidupan yang semula sederhana dan penuh tawa kini berubah menjadi perjuangan keras untuk bertahan hidup. Kenangan akan canda tawa Budiman menjadi penghibur sekaligus pengingat akan beban berat yang harus dipikul Sidah.

Sidah mengungkapkan firasat aneh sebelum kepergian Budiman. Suaminya sempat menyatakan keinginan untuk pindah ke Kalimantan Tengah. "Sebelum dia berangkat, katanya mau pindah ke Kalteng. Saya kira awalnya cuma bercanda, eh tahu-tahu pindah selamanya," ucap Sidah dengan nada pilu. Kini, harapan Sidah hanya satu, yaitu agar pelaku dihukum setimpal atas perbuatannya. "Semoga pelaku dihukum setimpal sama perbuatannya. Ikhlas atau tidak, tetap tidak bisa kembali juga. Kalau hanya dihukum beberapa tahun kan enggak sesuai sama perbuatannya," tegasnya.

Di sisi lain, pengacara Brigadir Anton, Suriansyah Halim, menyatakan bahwa kliennya menyesali perbuatannya dan siap bertanggung jawab. Halim mengungkapkan bahwa Anton telah meminta maaf kepada keluarga korban dan berencana membantu biaya pendidikan anak-anak Budiman. "Keluarga korban tadi ada, itulah kesempatan bagi Anton untuk meminta maaf. Istrinya mau menemui keluarga korban untuk menyampaikan belasungkawa dan permintaan maaf. Anton pun siap membantu membiayai anak-anak yang ditinggalkan. Di depan sidang, Anton siap membantu," jelas Halim.

Kisah Sidah menyoroti betapa besarnya dampak kekerasan dan ketidakadilan terhadap individu dan keluarga. Di tengah duka dan kesulitan yang mendalam, Sidah tetap teguh dalam memperjuangkan keadilan bagi suaminya dan masa depan anak-anaknya. Perjuangan seorang ibu untuk menuntut keadilan di tengah kesedihan yang mendalam menjadi gambaran nyata dari harapan dan perjuangan seorang janda yang kehilangan suami akibat tindakan brutal oknum mantan polisi.