Tujuh Hektare Lahan Perhutanan Sosial Ditetapkan untuk Mendukung Ketahanan Pangan Nasional
Tujuh Hektare Lahan Perhutanan Sosial Ditetapkan untuk Mendukung Ketahanan Pangan Nasional
Pemerintah melalui Kementerian Kehutanan (Kemenhut) telah mengalokasikan tujuh hektare lahan perhutanan sosial untuk dimanfaatkan petani dalam rangka meningkatkan ketahanan pangan nasional. Pengumuman ini disampaikan Menteri Kehutanan (Menhut), Raja Juli Antoni, pada Senin, 17 Maret 2025. Langkah ini sejalan dengan arahan Presiden untuk mengoptimalkan potensi hutan dalam mendukung produksi pangan dalam negeri. Menhut menekankan bahwa program ini merupakan bagian dari upaya yang lebih luas untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan mengurangi ketergantungan Indonesia pada impor pangan.
Menhut Raja Juli Antoni menjelaskan bahwa alokasi tujuh hektare ini merupakan bagian dari total sekitar tujuh juta hektare lahan yang berpotensi untuk diakses oleh petani. Angka ini melengkapi delapan juta hektare lahan yang telah dimanfaatkan sebelumnya. Salah satu contoh keberhasilan program perhutanan sosial adalah penanaman sorgum oleh kelompok tani hutan PKTHMTB di Karawang, Jawa Barat. Sorgum, yang dikenal memiliki banyak manfaat dan potensi panen hingga tiga kali dalam satu siklus tanam, menawarkan alternatif yang menjanjikan dibandingkan tanaman pangan lainnya seperti jagung yang hanya dapat dipanen sekali per siklus.
Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Fadli Zon, memberikan pandangannya terkait potensi program ini. Beliau menekankan bahwa Perhutanan Sosial tidak hanya membuka peluang untuk diversifikasi pangan, tetapi juga untuk hilirisasi produk pertanian, termasuk pengembangan sektor kuliner dan industri lainnya. Potensi lahan yang luas ini, menurut Fadli Zon, memungkinkan pengembangan berbagai jenis tanaman yang mendukung ketahanan pangan nasional dan secara signifikan mengurangi ketergantungan Indonesia pada impor.
Lebih jauh, Kemenhut telah mengidentifikasi 1,1 juta hektare lahan yang cocok untuk penanaman padi varietas gogo dengan sistem agroforestri. Sistem ini, yang menggabungkan penanaman pohon hutan dengan tanaman pangan seperti padi gogo dan jagung, memungkinkan pemanfaatan lahan terdegradasi untuk mengembalikan fungsi ekologis hutan sekaligus meningkatkan produksi pangan. Menhut menegaskan kembali komitmen pemerintah untuk tidak membuka hutan baru, melainkan untuk merevitalisasi dan mereboisasi hutan yang telah terdegradasi akibat faktor alam, kebakaran hutan, dan illegal logging.
Program perhutanan sosial, yang merupakan kebijakan nasional, menjadi kunci dalam pendekatan agroforestri pangan ini. Program ini bertujuan untuk mendorong masyarakat sekitar hutan untuk mengelola hutan secara berkelanjutan. Kemenhut memproyeksikan akses pengelolaan perhutanan sosial mencapai 8,3 juta hektare, dengan 1,9 juta hektare diantaranya dialokasikan untuk pengembangan agroforestri pangan, yang melibatkan lebih dari 1,4 juta kepala keluarga. Upaya ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk memanfaatkan potensi hutan secara berkelanjutan demi kesejahteraan masyarakat dan ketahanan pangan Indonesia.