Defisit APBD Riau Capai Rp 3,5 Triliun: Gubernur Khawatir, Wagub Optimistis

Defisit APBD Riau Capai Rp 3,5 Triliun: Gubernur Khawatir, Wagub Optimistis

Provinsi Riau tengah menghadapi tantangan serius dalam pengelolaan keuangan daerah. Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang signifikan, mencapai angka Rp 3,5 triliun, telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan pemerintah daerah. Angka tersebut merupakan akumulasi dari defisit anggaran sebesar Rp 1,3 triliun dan tunda bayar mencapai Rp 2,2 triliun. Situasi ini telah memaksa Gubernur Riau, Abdul Wahid, untuk mengakui keprihatinannya yang mendalam.

Dalam sebuah rapat beberapa waktu lalu, Gubernur Wahid mengungkapkan rasa khawatirnya atas kondisi keuangan daerah yang belum pernah terjadi sebelumnya. "Ini belum pernah sepanjang sejarah Riau," ujarnya, sembari menambahkan kesulitan dalam mencari solusi untuk mengatasi defisit yang besar ini. Pernyataan tersebut mencerminkan beban berat yang dipikul oleh pemerintah daerah dalam menghadapi permasalahan ini dan mencari sumber pendanaan untuk menutupi defisit yang menganga.

Berbeda dengan Gubernur Wahid, Wakil Gubernur Riau, SF Hariyanto, menunjukkan sikap yang lebih optimistis. Meskipun mengakui adanya defisit anggaran yang diakibatkan oleh ketidaksesuaian antara penerimaan dan pengeluaran, Wagub Hariyanto menilai situasi ini masih dapat diatasi. Salah satu faktor utama penyebab defisit adalah penurunan pendapatan dari dana bagi hasil minyak bumi.

Wagub Hariyanto menjelaskan penurunan signifikan dana Participating Interest (PI) dari Rp 1,6 triliun pada tahun 2023 menjadi hanya Rp 200 miliar pada tahun 2024. Penurunan ini, menurutnya, berdampak langsung pada kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai program-program pembangunan. Ia menambahkan bahwa informasi dari Pertamina Hulu Rokan (PHR) menyebutkan peningkatan produksi minyak hingga 1 juta barel per hari, namun diiringi peningkatan biaya operasional yang signifikan, sehingga mempengaruhi besaran dividen yang diterima daerah.

Selain penurunan PI, keterlambatan transfer dana dari pemerintah pusat juga menjadi faktor yang memperburuk kondisi keuangan Riau. Pendapatan dari pajak kendaraan bermotor juga hanya mencapai 58 persen dari target yang ditetapkan. Wagub Hariyanto mengakui adanya keterlambatan transfer dana dari pemerintah pusat, namun tetap optimis bahwa dana tersebut akan segera diterima dan dapat membantu menutupi defisit anggaran. Ia menyatakan, "Pusat kan juga masih banyak yang belum kirim (dana bagi hasil). Saya dulu pernah menyatakan kalau uangnya masuk bisa nutupin."

Perbedaan pandangan antara Gubernur dan Wakil Gubernur Riau ini menimbulkan dinamika tersendiri dalam upaya mengatasi defisit APBD. Meskipun Gubernur Wahid menyatakan kekhawatirannya yang mendalam, Wagub Hariyanto tetap yakin bahwa masalah ini dapat diselesaikan dengan baik dan meminta agar masyarakat tidak perlu terlalu khawatir. Langkah-langkah konkret yang akan diambil oleh pemerintah provinsi Riau untuk mengatasi defisit ini masih perlu di tunggu kejelasannya. Pemerintah Provinsi Riau perlu segera merumuskan strategi yang komprehensif untuk mengatasi defisit APBD dan memulihkan stabilitas keuangan daerah.

Berikut beberapa poin penting yang perlu diperhatikan dalam mengatasi permasalahan ini:

  • Diversifikasi Pendapatan Daerah: Pemerintah Provinsi Riau perlu mencari sumber pendapatan baru di luar sektor migas untuk mengurangi ketergantungan pada sektor tersebut.
  • Efisiensi Pengeluaran: Upaya penghematan dan efisiensi anggaran perlu dilakukan secara ketat untuk meminimalisir pembengkakan pengeluaran.
  • Peningkatan Pendapatan Pajak: Pemerintah perlu melakukan optimalisasi penerimaan pajak daerah untuk meningkatkan pendapatan daerah.
  • Koordinasi dengan Pemerintah Pusat: Koordinasi yang baik dengan pemerintah pusat diperlukan untuk memastikan pencairan dana bagi hasil tepat waktu.
  • Transparansi dan Akuntabilitas: Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan daerah sangat penting untuk membangun kepercayaan publik.