IHSG Terkoreksi di Awal Pekan, Tekanan Sentimen Global dan Domestik Mengancam Stabilitas Pasar
IHSG Terkoreksi di Awal Pekan, Tekanan Sentimen Global dan Domestik Mengancam Stabilitas Pasar
Perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) mengawali pekan ini dengan catatan merah. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka pada posisi 6.510,12, mencatatkan penurunan 5,5 poin atau 0,08% dibandingkan penutupan perdagangan Jumat. Pergerakan IHSG di awal pekan ini mencerminkan dampak tekanan sentimen global dan domestik yang mempengaruhi kepercayaan investor.
Pada sesi perdagangan pagi, IHSG bergerak fluktuatif di kisaran 6.483,45 hingga 6.528,31. Volume transaksi mencapai 2,65 miliar saham dengan nilai transaksi mencapai Rp 1,05 triliun. Secara rinci, terdapat 257 saham yang mengalami penguatan, 160 saham melemah, dan 183 saham stagnan. Tren penurunan IHSG ini melanjutkan pelemahan yang terjadi dalam beberapa pekan terakhir. Secara mingguan, IHSG terkoreksi 1,35%, sementara dalam tiga bulan terakhir menunjukan penurunan signifikan sebesar 11%. Sejak awal tahun, IHSG telah mengalami penurunan sebesar 10,04%.
Analis dari Ajaib Sekuritas, Ratih Mustikoningsih, memprediksi pergerakan IHSG akan tetap variatif dalam rentang 6.400 hingga 6.600. Penurunan IHSG kemarin, Jumat (14/3/2025), sebesar 1,98% atau 120,37 poin, menjadi titik awal kekhawatiran yang berlanjut hingga hari ini. Salah satu faktor penyebab utama pelemahan IHSG adalah sentimen domestik yang kurang menguntungkan. Koreksi mingguan IHSG sebesar -1,81%, dengan sektor material dasar menjadi yang paling terdampak (-6,49%), menunjukkan adanya kekhawatiran terhadap resesi global yang berimbas pada penurunan harga komoditas, khususnya logam.
Data menunjukkan arus modal asing yang keluar dari pasar ekuitas Indonesia mencapai Rp3,69 triliun dalam sepekan terakhir. Kondisi ini diperparah dengan kekhawatiran akan stabilitas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Realisasi pendapatan negara hingga akhir Februari 2025 mencapai Rp 316,9 triliun (10,5% dari target), sementara belanja negara mencapai Rp 348,1 triliun (9,6% dari target). Akibatnya, defisit APBN tercatat sebesar Rp31,2 triliun (0,13% dari PDB), jauh lebih kecil dari target defisit APBN pemerintah di tahun 2025 sebesar 2,53%. Namun, kekhawatiran tetap muncul terkait kemampuan pemerintah dalam membiayai proyek-proyek strategis di tengah upaya efisiensi dan pembiayaan awal Danantara.
Sentimen negatif juga berasal dari luar negeri. Meskipun Wall Street dan Bursa Hong Kong (HSI) menunjukkan penguatan di akhir pekan lalu, indeks saham berjangka AS (US Stock Futures) terkoreksi di awal pekan ini. Ketidakpastian kebijakan tarif dan pertemuan The Federal Open Market Committee (FOMC) pekan ini menjadi faktor penyebab utama. Pasar memperkirakan The Fed akan mempertahankan suku bunga di kisaran 4,25%-4,50%. Indeks S&P 500 juga menunjukan koreksi selama empat pekan berturut-turut, dengan penurunan -2,27% pada pekan lalu. Di sisi lain, Indeks HSI menunjukkan rebound setelah pernyataan Bank Sentral China (PBoC) yang menandakan kebijakan moneter yang lebih longgar. Pasar memprediksi PBoC akan memangkas suku bunga dan rasio reserve requirement (RRR) pekan depan.
Secara keseluruhan, pergerakan IHSG di awal pekan ini menunjukkan betapa rapuhnya pasar saham terhadap tekanan sentimen global dan domestik. Keputusan Bank Indonesia (BI) terkait BI rate pekan ini, serta perkembangan situasi ekonomi global dan domestik, akan menjadi penentu arah pergerakan IHSG di masa mendatang.