Serangan Udara di Myanmar: 12 Tewas dalam Pemboman Desa Letpanhla

Serangan Udara di Myanmar: 12 Tewas dalam Pemboman Desa Letpanhla

Sebuah serangan udara yang dilancarkan oleh junta militer Myanmar telah menewaskan sedikitnya 12 warga sipil di Desa Letpanhla, sekitar 60 kilometer di utara Mandalay, pada Jumat, 14 Maret 2025. Peristiwa tragis ini menambah daftar panjang korban sipil dalam konflik berdarah yang melanda negara tersebut sejak kudeta militer tahun 2021. Pemboman yang terjadi di area ramai, dekat pasar, menunjukkan pola peningkatan penggunaan serangan udara oleh junta sebagai taktik perang yang semakin brutal. Seorang pejabat administratif setempat, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya, mengkonfirmasi jumlah korban tewas yang telah diidentifikasi, meskipun angka ini masih sementara dan proses pendataan korban masih berlangsung. Laporan dari Pasukan Pertahanan Rakyat (PDF), kelompok perlawanan anti-kudeta yang menguasai Desa Letpanhla, menyebutkan jumlah korban tewas mencapai 27 orang. Perbedaan angka ini masih membutuhkan konfirmasi lebih lanjut dan investigasi independen. AFP, yang melaporkan berita ini, belum berhasil memverifikasi secara independen jumlah korban tewas.

Saksi mata, Myint Soe (62 tahun), menggambarkan suasana mencekam saat serangan udara terjadi. Ia menceritakan kepanikan saat suara ledakan bom menggema, membuatnya berlindung. Setelah serangan, ia menyaksikan pemandangan mengerikan: bangunan-bangunan terbakar, campuran rumah dan restoran luluh lantak. Warga sipil dan anggota PDF berusaha memadamkan api. Cerita Myint Soe menggambarkan kengerian yang dialami warga sipil yang terjebak dalam konflik ini. Gambaran seorang anak yang terluka parah, dibawa ke ambulans dengan ratapan duka yang mengiringi, menunjukkan betapa kejamnya dampak serangan ini terhadap penduduk desa. Kejadian ini juga menandai meningkatnya penggunaan serangan udara tanpa pandang bulu oleh junta, yang seringkali menargetkan area permukiman sipil.

Konflik di Myanmar telah memicu krisis kemanusiaan yang parah. Data dari Armed Conflict Location and Event Data Project (ACLED) menunjukkan peningkatan signifikan serangan udara militer terhadap warga sipil, dengan hampir 800 serangan tercatat pada tahun 2024. Angka ini meningkat lebih dari tiga kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya. Para analis keamanan menilai bahwa junta akan semakin bergantung pada serangan udara sebagai respons atas tekanan militer yang meningkat di darat, seiring kehilangan teritorial akibat serangan balik dari kelompok-kelompok etnis bersenjata dan PDF di akhir tahun 2023. Kemampuan angkatan udara Myanmar, yang didukung secara teknis oleh Rusia, menjadi faktor kunci dalam strategi militer junta, selama konflik ini.

Situasi di Myanmar semakin kompleks dan mencemaskan. Negara ini kini terbagi antara kekuasaan junta militer, kelompok-kelompok etnis bersenjata, dan kelompok-kelompok perlawanan anti-kudeta. Lebih dari 3,5 juta warga telah mengungsi dan separuh penduduk hidup dalam kemiskinan, menunjukkan skala besar krisis kemanusiaan yang diakibatkan oleh konflik yang berkepanjangan ini. Serangan di Desa Letpanhla menjadi pengingat akan betapa rentannya warga sipil dalam konflik ini dan betapa mendesaknya upaya untuk mengakhiri kekerasan dan mencapai solusi damai.

Sumber: AFP