Kasus Harun Masiku: Dakwaan Terhadap Hasto Kristiyanto dan Upaya Penggantian Antar Waktu DPR
Kasus Harun Masiku: Dakwaan Terhadap Hasto Kristiyanto dan Upaya Penggantian Antar Waktu DPR
Sidang tindak pidana korupsi yang melibatkan Sekretaris Jenderal PDI-P, Hasto Kristiyanto, memasuki babak baru dengan pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Jumat (14/3/2025). Dakwaan tersebut mengungkap peran Hasto dalam upaya menjadikan Harun Masiku sebagai anggota DPR RI melalui mekanisme pergantian antar waktu (PAW) periode 2019-2024. Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan bahwa Hasto telah menginstruksikan bawahannya untuk membantu proses tersebut.
Berdasarkan dakwaan, sejak Juni 2019, proses tersebut bermula setelah rapat pleno DPP PDI-P membahas hasil Pemilu Legislatif 2019 untuk Dapil Sumatera Selatan I. Meskipun Nazaruddin Kiemas, saudara suami Megawati Soekarnoputri, telah meninggal dunia sebelum pemilu, beliau memperoleh suara terbanyak (34.276 suara). Urutan berikutnya adalah Riezky Aprilia (44.402 suara), Darmadi Djufri (26.103 suara), Doddy Julianto Siahaan (19.776 suara), Diah Oktasari (13.310 suara), Harun Masiku (5.878 suara), Sri Suharti (5.699 suara), dan Irwan Tongari (4.240 suara).
Hasto, menurut dakwaan, memerintahkan Donny Tri Istiqomah, anggota Tim Hukum PDI-P, untuk mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung (MA) terkait Pasal 54 Ayat (5) huruf k Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2019. Tujuannya adalah untuk membuka peluang bagi Harun Masiku, yang berada di urutan kelima perolehan suara, menggantikan Nazaruddin Kiemas. Pertemuan-pertemuan lanjutan melibatkan Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri di Rumah Aspirasi, Jakarta Pusat, di mana Hasto memberikan arahan untuk memastikan Harun Masiku menggantikan Nazaruddin. Donny dan Saeful juga diinstruksikan untuk melaporkan setiap perkembangan, termasuk komitmen, penyerahan uang, dan segala hal terkait pengurusan Harun Masiku.
Pada Juli 2019, DPP PDI-P secara resmi menetapkan Harun Masiku sebagai caleg terbaik Dapil Sumsel I. Donny mengirimkan surat permohonan ke KPU, namun ditolak karena tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. KPU menetapkan Riezky Aprilia sebagai caleg terpilih. Upaya selanjutnya melibatkan pencarian fatwa dari MA dan suap kepada Komisioner KPU Wahyu Setiawan senilai 57.350 dollar Singapura (sekitar Rp 600 juta). Indikasi pemberian uang juga diberikan kepada pihak-pihak lain yang membantu, termasuk eks anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina. Pada 8 Januari 2020, Donny, Wahyu, Saeful, dan Tio tertangkap tangan oleh KPK.
Atas perannya tersebut, Hasto didakwa melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP. Sidang ini menjadi sorotan publik mengingat implikasinya terhadap integritas proses Pemilu dan penegakan hukum di Indonesia. Proses hukum selanjutnya akan menentukan bukti-bukti yang diajukan jaksa dan pembelaan dari pihak Hasto Kristiyanto.