Transparansi Polri dalam Kasus Eks Kapolres Ngada: Apresiasi IPW dan Tuntutan Akuntabilitas

Transparansi Polri dalam Kasus Eks Kapolres Ngada: Apresiasi IPW dan Tuntutan Akuntabilitas

Indonesia Police Watch (IPW) memberikan apresiasi terhadap langkah Polri dalam mengungkap kasus yang melibatkan mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja. Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso, menekankan bahwa transparansi yang ditunjukkan Polri dalam penanganan kasus narkoba dan asusila ini merupakan respons positif terhadap tuntutan publik akan akuntabilitas penegakan hukum. Pengungkapan kasus ini, menurut Sugeng, menunjukkan komitmen Polri dalam menegakkan hukum, bahkan terhadap anggota internalnya sendiri. Sikap tegas ini, yang ditandai dengan penahanan dan penetapan tersangka Fajar di Rutan Bareskrim Polri, dinilai sebagai langkah penting dalam membangun kepercayaan publik.

Langkah Polri dalam memproses kasus ini secara terbuka, dengan menjerat Fajar dengan pasal berlapis, juga mendapat pujian dari IPW. Sugeng mendorong agar proses etik dan persidangan terhadap Fajar juga dilakukan secara transparan dan terbuka untuk publik. Hal ini, menurutnya, akan memastikan akuntabilitas penuh dan memberikan rasa keadilan bagi korban. IPW akan terus memantau perkembangan kasus ini dan berharap Polri konsisten dalam penegakan hukum tanpa pandang bulu. Namun, IPW juga memberikan catatan penting bagi Polri untuk meningkatkan upaya preventif. Deteksi dini terhadap potensi masalah pribadi anggota Polri perlu ditingkatkan melalui pengawasan atasan dan rekan kerja. Sistem pengawasan yang lebih efektif, menurut Sugeng, akan membantu mencegah kasus serupa di masa mendatang. Hal ini termasuk kewajiban rekan sesama polisi untuk saling mengawasi dan melaporkan perilaku atau sikap yang mencurigakan kepada atasan. Sistem deteksi dini dan pengawasan yang ketat akan membantu Polri mengidentifikasi potensi masalah psikologis atau perilaku menyimpang yang dapat berujung pada pelanggaran hukum.

Kronologi Penanganan Kasus:

Kasus ini bermula dari penangkapan Fajar oleh Paminal Polda NTT yang didampingi Divisi Propam Mabes Polri pada 20 Februari 2025. Sejak 24 Februari, Fajar telah ditempatkan dalam pengamanan khusus (patsus) sementara proses penyelidikan berlangsung. Kecepatan penanganan kasus ini juga patut diapresiasi, terutama mengingat keterlibatan korban anak-anak dalam kasus asusila yang menyertainya. Penetapan Fajar sebagai tersangka dan penahanannya di Bareskrim Polri menandai langkah tegas Polri dalam memproses kasus ini baik secara pidana maupun etik. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah menegaskan komitmennya untuk menindak tegas Fajar.

Pelanggaran Etik dan Pidana:

AKBP Fajar terbukti melanggar sejumlah pasal dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 1 tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri dan Peraturan Kepolisian nomor 7 tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri. Pelanggaran etik berat ini berpotensi berujung pada sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).

Selain itu, Fajar juga disangka melanggar beberapa pasal dalam Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, serta pasal-pasal dalam KUHP. Rincian pasal yang dilanggar meliputi:

  • Pelanggaran Kode Etik: Pasal 13 ayat 1 PP No. 1 Tahun 2003; Pasal 8 huruf C angka 1, 2, dan 3; Pasal 13 huruf D, E, F, dan G angka 5 Perkap No. 7 Tahun 2022.
  • Pelanggaran Pidana: Pasal 6 huruf c, Pasal 12, dan Pasal 14 Ayat 1 huruf a dan b; Pasal 15 ayat 1, huruf e, g, c, dan i UU TPKS; Pasal 25 ayat (1) juncto Pasal 27 Ayat (1) UU ITE juncto Pasal 55 dan 56 KUHP.

Kasus ini menjadi pembelajaran penting bagi Polri dan seluruh aparat penegak hukum untuk selalu menjaga integritas dan profesionalisme. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci dalam membangun kepercayaan publik dan memastikan penegakan hukum berjalan adil.