THR 20 Persen untuk Pengemudi Ojol: Suatu Langkah Apresiasi yang Diiringi Persyaratan Ketat

THR 20 Persen untuk Pengemudi Ojol: Suatu Langkah Apresiasi yang Diiringi Persyaratan Ketat

Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor M/2/HK.04.00/III/2025 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan Tahun 2025. SE ini mengatur pemberian THR bagi berbagai kalangan pekerja, termasuk pengemudi ojek online (ojol). Kebijakan ini disambut positif oleh sebagian besar pengemudi ojol, meskipun diiringi sejumlah persyaratan yang dinilai cukup ketat. Besaran THR yang diberikan sebesar 20 persen dari rata-rata pendapatan bersih bulanan selama 12 bulan terakhir.

Andi Wijaya (32), seorang pengemudi ojol di Kota Bekasi, mengungkapkan rasa syukurnya atas kebijakan ini. Ia mengaku bahwa meskipun persentasenya hanya 20 persen, THR tersebut tetap berarti, terlebih jika dibandingkan dengan tidak menerima apa pun sama sekali. Namun, Andi juga menyoroti sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi untuk mendapatkan THR tersebut. Pengemudi ojol diwajibkan menyelesaikan minimal 250 pesanan dalam sebulan dengan jam operasional minimal sembilan jam setiap harinya. Andi sendiri mengaku memenuhi persyaratan ini karena bekerja penuh waktu (full time) dan melampaui jam operasional minimum, serta mempertahankan rating 5. Dengan pendapatan bulanan lebih dari Rp 4 juta, Andi memperkirakan akan menerima THR sekitar Rp 600.000 hingga Rp 800.000.

Lebih lanjut, Andi membandingkan kebijakan THR ini dengan kebijakan bonus sebelumnya yang hanya berupa bonus trip. Ia menyampaikan bahwa THR ini merupakan bentuk apresiasi yang lebih konkret. Sementara itu, Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli, menekankan kewajiban pengusaha untuk memberikan THR kepada seluruh pekerja, termasuk pekerja lepas dan ojol. Besaran THR bagi pengemudi ojol disesuaikan dengan kinerja masing-masing, yang dihitung berdasarkan rata-rata pendapatan bersih bulanan selama 12 bulan terakhir. Kebijakan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif terhadap kesejahteraan para pengemudi ojol, khususnya menjelang hari raya keagamaan.

Namun, ketentuan minimal 250 pesanan dan jam operasional sembilan jam per hari menimbulkan pertanyaan mengenai dampaknya terhadap kesejahteraan pengemudi yang mungkin tidak mampu memenuhi persyaratan tersebut. Apakah kebijakan ini benar-benar inklusif dan adil bagi seluruh pengemudi ojol, atau justru menciptakan pembedaan yang signifikan antara pengemudi yang mampu memenuhi persyaratan dan yang tidak? Pertanyaan ini perlu menjadi pertimbangan ke depan dalam penyusunan kebijakan serupa. Perlu juga dikaji lebih lanjut bagaimana mekanisme pengawasan dan penegakan aturan agar THR benar-benar dapat diakses oleh mereka yang berhak menerimanya. Transparansi dalam perhitungan THR juga menjadi krusial untuk menghindari potensi kesenjangan dan memastikan keadilan bagi seluruh pengemudi ojol.

Secara keseluruhan, implementasi kebijakan THR ini menunjukkan upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja di sektor informal, khususnya pengemudi ojol. Namun, persyaratan yang cukup ketat perlu dievaluasi untuk memastikan kebijakan ini dapat memberikan manfaat yang seluas-luasnya bagi seluruh pengemudi ojol dan tidak menciptakan disparitas yang lebih besar di antara mereka.