Tuduhan Palsu Pelecehan Seksual: Enam Bulan Sengsara Masykur, Korban Fitnah yang Berakhir Bebas

Tuduhan Palsu Pelecehan Seksual: Enam Bulan Sengsara Masykur, Korban Fitnah yang Berakhir Bebas

Seorang warga Balikpapan Utara, Masykur (55), telah melalui enam bulan penuh penderitaan akibat tuduhan pelecehan seksual terhadap seorang balita berusia dua tahun. Tuduhan tersebut, yang terbukti palsu, telah menghancurkan reputasi dan kehidupan ekonomi Masykur, memaksanya hidup dalam ketakutan dan isolasi sosial.

Selama enam bulan, Masykur merasakan tekanan psikologis yang luar biasa. Ketakutan yang mendalam membuatnya enggan meninggalkan rumah, menghindari kontak sosial, dan menghentikan aktivitas sehari-harinya. "Saya seperti buronan," ujarnya dengan nada pilu saat menceritakan pengalamannya. Ketakutannya bukan tanpa alasan; ia menerima ancaman dan hujatan secara online dan offline. Ia bahkan enggan menyalakan televisi atau membuka ponselnya karena takut melihat atau membaca pesan-pesan penuh ancaman tersebut.

Dampak ekonomi dari tuduhan tersebut sangat signifikan. Sebagai pemilik usaha konveksi pakaian olahraga, Masykur kehilangan pelanggan dan terpaksa menutup usahanya sementara waktu. Penghasilannya yang sudah pas-pasan menjadi terhenti. Bukan hanya kehilangan mata pencaharian, Masykur juga harus menanggung stigma negatif dari masyarakat sekitar. Tetangga yang dulu ramah kini menjauh, bahkan ada yang terang-terangan menghujatnya sebagai 'pedofil'. Ia pun sering menjadi sasaran pengambilan gambar oleh orang yang tidak dikenal, dengan foto-fotonya dan alamat rumahnya disebar luas di media sosial.

Puncak penderitaannya terjadi pada bulan Desember, ketika foto dirinya dan rumahnya tersebar di internet tanpa sepengetahuannya. Identitasnya terungkap secara terbuka, dan ia merasa tak berdaya menghadapi gelombang fitnah yang menerpanya. Pengalaman ini jelas menimbulkan trauma mendalam. Meskipun akhirnya ia dinyatakan tidak bersalah, Masykur masih kesulitan untuk kembali menjalani kehidupan normal. Ketakutannya terhadap tuduhan serupa masih menghantuinya, sehingga ia memutuskan untuk memasang kamera CCTV di beberapa sudut rumahnya dan kos-kosannya sebagai langkah antisipasi.

Setelah polisi menetapkan ayah korban, FE (30), sebagai tersangka utama, Masykur merasa lega. Namun, di balik kelegaannya, ia merasa iba kepada anak korban, yang dulunya sering bermain di rumahnya. "Saya sudah menganggapnya seperti anak sendiri," katanya dengan suara lirih. Masykur juga mengungkapkan bahwa selama proses pencarian tersangka, ia bernazar untuk pulang kampung dan berziarah ke makam orang tuanya jika terbukti tidak bersalah. Kini, ia akan menunaikan janjinya tersebut.

Kasus ini bermula dari laporan ibu korban pada Oktober 2024, yang menuduh Masykur sebagai pelaku pelecehan setelah menemukan luka di area sensitif balita tersebut. Namun, investigasi polisi berhasil mengungkap kebenaran, yang menunjukkan bahwa ayah korban sendirilah yang bertanggung jawab atas perbuatan tersebut. FE kini terancam hukuman hingga 15 tahun penjara.

Masykur kini berjuang untuk bangkit dari keterpurukan. Ia berusaha melanjutkan hidupnya, meskipun menyadari bahwa bayang-bayang tuduhan palsu yang pernah menimpa dirinya akan tetap melekat dalam ingatan sebagian orang. Kisah Masykur menjadi sebuah pelajaran berharga tentang pentingnya investigasi yang menyeluruh dan dampak buruk dari tuduhan palsu yang dapat menghancurkan kehidupan seseorang.

Langkah-langkah yang diambil Masykur setelah kejadian:

  • Menutup sementara usahanya.
  • Menghindari kontak sosial.
  • Memasang CCTV di rumah dan kos-kosannya.
  • Merencanakan ziarah ke makam orang tua.
  • Berusaha bangkit dari trauma.