Transformasi Ruhani: Menuju Kesadaran Ilahi Melalui Puasa Ramadhan

Transformasi Ruhani: Menuju Kesadaran Ilahi Melalui Puasa Ramadhan

Bulan Ramadhan, lebih dari sekadar menjalankan ibadah puasa, menjadi sebuah perjalanan spiritual yang mendalam. Ia ibarat sebuah madrasah ruhani, tempat jiwa ditempa dan dibentuk menuju kesadaran ilahi. Pengalaman spiritual selama Ramadhan ini dapat dibagi menjadi dua kelompok; pertama, mereka yang mengalami perubahan positif namun hanya sementara, sirna seiring berakhirnya bulan suci. Kelompok kedua, mereka yang mengalami transformasi mendalam dan berkelanjutan, perubahan yang terpatri dalam jiwa bahkan setelah Ramadhan berakhir. Pertanyaan kunci bukanlah tentang kelompok mana kita termasuk, melainkan bagaimana kita dapat mencapai transformasi ruhani yang berkelanjutan.

Konsep 'kesadaran ilahi' atau God Consciousness menjadi inti dari transformasi ini. Ini bukanlah sekadar pemahaman intelektual, melainkan sebuah kesadaran batiniah akan keberadaan Tuhan dan hubungan erat kita dengan-Nya. Kesadaran ini melampaui aturan-aturan formal, karena landasan moral telah tertanam dalam diri. Kehadiran Tuhan yang selalu menyertai menjadi pendorong untuk bertindak sesuai tuntunan-Nya, sebagaimana firman Allah SWT dalam QS Al-Hadid ayat 4: "Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan."

Perjalanan menuju kesadaran ilahi ini—dalam tasawuf dikenal sebagai suluk—merupakan proses panjang dan penuh tantangan. Allah SWT menggambarkannya sebagai al-'Aqabah, jalan yang terjal dan sulit, sebagaimana dikisahkan dalam Al-Quran Surat Al-Balad ayat 12-18. Perjalanan ini menuntut pengorbanan, meliputi pembebasan diri dari belenggu ego, mengabdi kepada sesama melalui kepedulian terhadap kaum miskin dan lemah, serta menyebarkan kasih sayang kepada seluruh makhluk.

Puasa Ramadhan menjadi sarana efektif dalam suluk ini. Pengalaman lapar dan dahaga bukan sekadar menahan hawa nafsu, melainkan sebuah latihan spiritual yang menghaluskan budi pekerti. Ia menjadi pintu masuk untuk merenungkan keagungan Tuhan dan meningkatkan empati terhadap sesama. Lebih dari itu, Ramadhan juga menawarkan beragam amalan lain yang mendukung transformasi ruhani.

Zakat fitrah, misalnya, menjadi laku penyucian jiwa melalui berbagi dengan sesama yang membutuhkan. Tadarus Al-Quran, yang diturunkan di bulan Ramadhan, menawarkan kedekatan khusus dengan firman Tuhan dan menjanjikan syafaat di hari kiamat. Rasulullah SAW bersabda: "Amalan puasa dan membaca Al-Qur'an akan memberi syafa'at bagi seorang hamba di hari kiamat. Puasa berkata: Wahai Rabb, aku telah menahannya dari makan dan syahwat di siang hari, maka izinkanlah aku memberi syafa'at kepadanya. Dan Al-Qur'an berkata: Aku menahannya dari tidur di waktu malam, maka izinkanlah aku memberi syafa'at kepadanya, maka keduanya pun diizinkan memberi syafa'at." (HR. Ahmad, Shahih At-Targhib: 1429).

Ramadhan, seperti yang diungkapkan Jalaluddin Rahmat, adalah madrasah ruhani yang mengasah mata batin, membawa ruhani terbang menuju kasih sayang Tuhan. Ia memadukan tafakkur (refleksi) dan amal (aksi), ibadah dan pengabdian. Transformasi yang dicapai selama Ramadhan akan diuji di sebelas bulan berikutnya. Minimal dua puluh satu hari, seperti yang diteliti Maxwell Maltz, dibutuhkan untuk membentuk kebiasaan baru. Semoga perubahan positif yang kita raih selama Ramadhan dapat bertahan hingga akhir hayat.

Penulis: Ahmad Nurul Huda Haem, Wakil Sekretaris Lembaga Da'wah PBNU