Iran Tegas Tolak Negosiasi Nuklir di Bawah Tekanan AS

Iran Tegas Tolak Negosiasi Nuklir di Bawah Tekanan AS

Presiden Iran, Masoud Pezeshkian, dengan tegas menolak tawaran negosiasi nuklir dari Amerika Serikat yang disampaikan melalui surat Presiden Donald Trump kepada Ayatollah Ali Khamenei. Penolakan ini disampaikan Pezeshkian meskipun sebelumnya ia sempat menyatakan dukungan pribadi untuk perundingan. Namun, ia mengakui bahwa perundingan tidak akan terjadi selama Ayatollah Khamenei, pemimpin tertinggi Iran, menentangnya. Pernyataan Pezeshkian menekankan penolakan Iran terhadap pendekatan negosiasi yang dilakukan di bawah tekanan atau ancaman.

"Tidak dapat diterima bagi kami bahwa Amerika Serikat memberi perintah dan membuat ancaman. Saya bahkan tidak akan berunding dengan Anda. Lakukan apa pun yang Anda inginkan," tegas Pezeshkian, seperti dikutip oleh media pemerintah Iran. Pernyataan ini menggarisbawahi posisi teguh Iran yang menolak segala bentuk paksaan dalam proses negosiasi. Meskipun Pezeshkian menjabat sebagai Presiden, keputusan akhir mengenai kebijakan luar negeri Iran tetap berada di tangan Ayatollah Khamenei.

Surat yang ditulis Trump kepada Khamenei mendesak perundingan nuklir baru, sekaligus memberikan peringatan akan potensi aksi militer jika Teheran menolak. Namun, Khamenei menolak keras apa yang ia sebut sebagai taktik intimidasi. Ia menegaskan bahwa "desakan" Presiden AS untuk berunding bukanlah untuk menyelesaikan masalah, melainkan untuk memaksakan tuntutan AS kepada Iran.

"Sejumlah pemerintah yang suka mem-bully—saya benar-benar tidak tahu istilah yang lebih tepat untuk beberapa tokoh dan pemimpin asing selain kata bullying—bersikeras untuk berunding," kata Khamenei dalam pernyataannya. "Perundingan mereka tidak ditujukan untuk menyelesaikan masalah, tetapi bertujuan untuk mendominasi." Khamenei lebih lanjut menuduh AS menggunakan perundingan sebagai dalih untuk mengajukan "tuntutan baru" yang melampaui masalah nuklir, mencakup kemampuan militer Iran dan pengaruh regionalnya. Iran dengan tegas menyatakan tidak akan memenuhi tuntutan tersebut.

Penolakan Iran ini juga berkaitan dengan kebijakan "tekanan maksimum" yang diterapkan oleh pemerintahan Trump, yang melibatkan sanksi besar-besaran terhadap Iran setelah AS menarik diri dari kesepakatan nuklir 2015. Kesepakatan tersebut memberikan keringanan sanksi kepada Iran sebagai imbalan atas pembatasan aktivitas nuklirnya. Dengan demikian, penolakan Iran terhadap negosiasi di bawah tekanan mencerminkan penolakan terhadap kebijakan AS yang dianggap sebagai bentuk intimidasi dan intervensi dalam urusan internal Iran. Posisi Iran ini menunjukkan bahwa negosiasi hanya akan dipertimbangkan jika dilakukan secara setara dan tanpa tekanan dari pihak manapun.

  • Perbedaan pendekatan antara Presiden Pezeshkian dan Ayatollah Khamenei dalam hal negosiasi dengan AS menyoroti dinamika kekuasaan internal Iran.
  • Reaksi keras Iran terhadap "tekanan maksimum" AS menunjukkan betapa sensitifnya isu kedaulatan dan kemerdekaan negara tersebut.
  • Penolakan Iran untuk memenuhi tuntutan AS di luar isu nuklir menunjukkan adanya perbedaan fundamental dalam persepsi dan tujuan kedua negara.
  • Pernyataan tegas dari kedua pemimpin Iran menunjukkan kesatuan sikap dalam menghadapi tekanan dari AS.
  • Ketegangan antara Iran dan AS berpotensi meningkat jika tidak ada perubahan signifikan dalam pendekatan diplomatik kedua negara.