Kecelakaan Maut di Blitar Dorong Penutupan Pelintasan Sebidang Tanpa Palang Pintu
Kecelakaan Maut di Blitar Picu Penutupan Pelintasan Sebidang
Tragedi kecelakaan maut yang melibatkan kereta api dan sebuah mobil Honda HRV di Dusun Genengan, Desa Sanankulon, Kecamatan Sanankulon, Kabupaten Blitar pada Senin, 10 Maret 2025, telah mengakibatkan dua korban jiwa. Kejadian ini memaksa PT Kereta Api Indonesia (KAI) Daop 7 Madiun mengambil langkah tegas dengan menutup pelintasan sebidang tanpa palang pintu dan penjaga di lokasi tersebut. Penutupan dilakukan pada Selasa, 11 Maret 2025, bekerja sama dengan Dinas Perhubungan Kabupaten Blitar dan Polres Blitar Kota. Upaya penutupan dilakukan dengan cara menanam balok besi secara vertikal, menghalangi akses kendaraan roda empat. Langkah ini diambil sebagai solusi jangka pendek pasca-insiden memilukan tersebut.
Manajer Humas PT KAI Daop 7 Madiun, Rokhmad Makin Zainul, menjelaskan bahwa penutupan merupakan langkah terakhir setelah upaya-upaya sebelumnya seperti pemasangan rambu-rambu terbukti tidak cukup efektif. Beliau menekankan bahwa lokasi tersebut telah menjadi titik rawan kecelakaan berulang kali. Penutupan pelintasan sebidang ini, menurut Rokhmad, telah sesuai dengan prosedur yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 94 Tahun 2018, yang mengatur penutupan pelintasan sebidang jika terjadi insiden berulang di lokasi yang sama. PT KAI sendiri mengalami kerugian material akibat kecelakaan tersebut, mulai dari kerusakan lokomotif hingga keterlambatan perjalanan kereta api yang berdampak luas. Lebih jauh lagi, kecelakaan di pelintasan sebidang kerap menimbulkan kerugian bagi pengguna jalan, mulai dari kerusakan kendaraan hingga korban jiwa seperti yang terjadi baru-baru ini.
Rokhmad juga menjelaskan bahwa tanggung jawab pembangunan palang pintu dan penyediaan petugas penjaga pelintasan sebidang lebih banyak dibebankan kepada pemerintah daerah, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian. Pemerintah daerah yang berwenang atas jalan tersebut bertanggung jawab atas keselamatan di area perlintasan. Beliau juga mengungkapkan fakta bahwa banyak pelintasan sebidang yang ada saat ini awalnya hanya persilangan jalan setapak atau jalur kendaraan roda dua, yang kemudian berkembang menjadi jalan yang lebih lebar sehingga dapat dilalui kendaraan roda empat. PT KAI juga secara berkala menutup pelintasan liar yang tidak berizin.
Sementara itu, Kepala Bidang Lalu Lintas pada Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Blitar, Anjar Eko Juli Atmanto, mengungkapkan bahwa lokasi kecelakaan sebenarnya telah dialokasikan anggaran untuk pembangunan palang pintu dan pos penjagaan. Ironisnya, surat dari Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Timur terkait rencana pembangunan tersebut diterima pagi hari sebelum kecelakaan terjadi. Anjar menambahkan bahwa Kabupaten Blitar memiliki 63 titik persilangan jalan dengan jalur kereta api, 5 di antaranya berupa underpass, dan 58 titik lainnya merupakan pelintasan sebidang. Dari 58 titik pelintasan sebidang, 15 telah dilengkapi palang pintu dan penjaga. Pemerintah Kabupaten Blitar menargetkan pembangunan 4 palang pintu dan pos penjagaan baru pada tahun ini, yang berarti masih akan tersisa sekitar 39 pelintasan sebidang yang belum dilengkapi fasilitas keselamatan tersebut.
Kejadian ini menyoroti urgensi peningkatan keselamatan di pelintasan sebidang dan perlunya kolaborasi yang lebih efektif antara PT KAI dan pemerintah daerah untuk mencegah terulangnya tragedi serupa di masa mendatang. Pembangunan palang pintu dan penjagaan yang terintegrasi dan terencana dengan baik menjadi kunci utama dalam mengatasi masalah ini. Selain itu, pengawasan terhadap pelintasan liar juga harus diperketat untuk meminimalisir risiko kecelakaan.