Implikasi Putusan MK: Pemisahan Pemilu Nasional dan Daerah Mendorong Revisi Undang-Undang Kepemiluan
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemisahan pemilihan umum (Pemilu) nasional dan daerah yang akan dimulai pada tahun 2029 mendatang, diperkirakan akan membawa dampak signifikan terhadap sistem hukum di Indonesia. Konsekuensi utama dari putusan ini adalah kebutuhan untuk merevisi sejumlah undang-undang (UU) yang berkaitan dengan penyelenggaraan Pemilu dan pemerintahan daerah.
Wakil Ketua Komisi II DPR, Dede Yusuf Macan Effendi, mengungkapkan bahwa UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (Pilkada) menjadi prioritas utama untuk direvisi. Selain itu, UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua juga berpotensi mengalami perubahan.
"Ada beberapa Undang-Undang yang akhirnya akan terpaksa diubah? Salah satunya adalah Undang-Undang Nomor 23. Karena dalam UU Nomor 23 itu menentukan soal Pemerintahan Daerah, di dalamnya ada DPRD. Berarti kan harus direvisi juga, harus diulang," jelas Dede Yusuf.
Perubahan pada UU Otsus Papua diperlukan karena mengatur pemilihan anggota DPRD yang dilaksanakan setiap lima tahun sekali. Sementara itu, putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 mengusulkan agar pemilihan DPRD dilaksanakan bersamaan dengan Pilkada, setidaknya dua tahun setelah pelantikan presiden dan wakil presiden.
Komisi II DPR berencana melakukan kajian mendalam terkait putusan MK tersebut. Kajian ini akan menjadi dasar bagi Komisi II untuk memberikan rekomendasi kepada pimpinan DPR dalam rapat konsultasi.
Di sisi lain, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR, Ahmad Doli Kurnia, berpendapat bahwa putusan MK ini berpotensi mendorong revisi UU Pemilu melalui mekanisme omnibus law. Hal ini disebabkan oleh perlunya perubahan menyeluruh terhadap aturan pelaksanaan kepemiluan di Indonesia.
"Putusan ini secara tidak langsung meminta kita semua untuk merubah merevisi UU ini secara omnibus law," ujar Doli.
Menurut Doli, putusan MK ini menambah daftar panjang putusan terkait keserentakan Pemilu. Beberapa UU yang perlu diubah meliputi UU Pemilu, UU Pilkada, dan UU Nomor 13 Tahun 2019 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3).
Doli juga menyampaikan dukungannya terhadap putusan MK. Ia berpendapat bahwa Pemilu serentak menimbulkan kerumitan dalam penyelenggaraan, terutama bagi penyelenggara Pemilu. Sebagai contoh, pada Pemilu sebelumnya, KPU harus mengelola ketentuan Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Legislatif (Pileg) secara bersamaan, yang kemudian disusul dengan persiapan Pilkada.
"Mereka terpilih 2022 ya kemarin. Jadi dalam waktu dua tahun, harus menyiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan tiga jenis Pemilu, nasional dan daerah. Tentu itu mengalami kerumitan," pungkas Doli.
Dengan adanya putusan MK ini, Pemilu nasional akan fokus pada pemilihan anggota DPR, DPD, serta presiden dan wakil presiden. Sementara itu, pemilihan anggota DPRD provinsi, kabupaten, dan kota akan dilaksanakan bersamaan dengan Pilkada.