Fenomena Unik Pesantren: Akselerasi Transmisi Keilmuan di Bulan Ramadan
Fenomena Unik Pesantren: Akselerasi Transmisi Keilmuan di Bulan Ramadan
Indonesia menyimpan sebuah fenomena unik dalam dunia pendidikan: akselerasi transmisi keilmuan di pesantren selama bulan Ramadan. Proses yang dikenal dengan berbagai sebutan lokal seperti pasanan, pasaran, mbalag, atau kilatan ini, menunjukkan kecepatan dan skala transmisi pengetahuan keagamaan yang luar biasa, bahkan mungkin belum pernah terjadi sebelumnya. Istilah-istilah tersebut, mencerminkan kekayaan budaya lokal dan beragamnya pendekatan dalam proses belajar mengajar kitab kuning di berbagai wilayah Indonesia. Pasanan, misalnya, merujuk pada pembelajaran intensif kitab kuning selama Ramadan, sementara pasaran, menunjukkan proses pembelajaran yang berlangsung selama periode lima hari, mengacu pada siklus pasaran Jawa.
Keunikan ini semakin terlihat jika kita melihat jumlah pesantren yang terlibat. Dengan estimasi 42.000 pesantren di Indonesia (berdasarkan data EMIS Kemenag RI), dan asumsi sepuluh ribu pesantren menyelenggarakan program pasanan dengan rata-rata 100 santri per pesantren, maka dalam waktu kurang dari sebulan, jutaan santri telah mengikuti proses transmisi keilmuan ini. Angka ini bahkan bisa lebih besar lagi jika kita memperhitungkan pesantren-pesantren besar yang mampu menampung hingga 300 santri atau lebih untuk setiap program pasaran. Materi pembelajaran pun beragam, mulai dari kitab-kitab dasar bidang tauhid seperti Tijan Darori, hingga kitab-kitab tingkat lanjut seperti Ihya Ulumuddin, Shahih Bukhari, dan Shahih Muslim. Proses pembelajaran biasanya dilakukan secara intensif, dengan membaca kitab secara cepat dan tuntas, terkadang disertai penjelasan singkat dari pengajar, hingga kitab tersebut selesai dibaca (khatam) sebelum akhir Ramadan.
Metode pembelajaran ini bukan hanya diikuti oleh santri dari pesantren penyelenggara. Banyak santri dari pesantren lain yang turut serta, khususnya pada saat pesantren asal mereka libur selama bulan Ramadan. Hal ini menunjukkan kemampuan pesantren dalam mengakomodasi kebutuhan belajar santri dari berbagai latar belakang. Model pesantren terintegrasi, yang menggabungkan pendidikan formal dan pesantren, mengikuti aturan Surat Edaran Bersama Tiga Menteri (Mendikbudristek, Menag, dan Mendagri) terkait pembelajaran di bulan Ramadan. Keberlangsungan transmisi keilmuan di pesantren selama Ramadan ini, menunjukkan keberadaan sistem pendidikan pesantren yang mandiri dan adaptif, jauh sebelum adanya kebijakan Merdeka Belajar. Pesantren telah menjalankan fungsi pendidikannya, menjaga dan melestarikan tradisi keilmuan, tanpa bergantung pada campur tangan pemerintah.
Transmisi keilmuan yang intensif ini menunjukkan potensi besar santri sebagai generasi emas, jauh melampaui target tahun 2045. Keberhasilan ini perlu menjadi perhatian, sebagai bukti nyata kontribusi pesantren dalam mencetak generasi muda yang unggul. Proses pasanan dan pasaran ini, tidak hanya mengajarkan ilmu agama, tetapi juga membentuk karakter santri yang mandiri dan gigih dalam menuntut ilmu. Dengan demikian, pesantren tidak hanya berperan sebagai lembaga pendidikan keagamaan, tetapi juga sebagai pusat transmisi pengetahuan yang efektif dan efisien, khususnya selama bulan Ramadan.
Wallahu a'lam bisshawab.
Mahrus eL-Mawa Wakil Ketua RMI PBNU
Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis.