Proyek Tol Layang MBZ: Mutu Beton Rendah Ancam Keselamatan Kendaraan Berat, Negara Rugi Rp510 Miliar
Proyek Tol Layang MBZ: Mutu Beton Rendah Ancam Keselamatan Kendaraan Berat, Negara Rugi Rp510 Miliar
Sidang dugaan korupsi proyek pembangunan Jalan Tol Layang Sheikh Mohammed bin Zayed (MBZ) Jakarta-Cikampek (Japek) II kembali mengungkap fakta mengejutkan terkait keamanan infrastruktur tersebut. Ahli perhitungan kerugian keuangan negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Kristianto, memberikan kesaksian yang menguatkan dugaan penyimpangan kualitas konstruksi yang berdampak pada keselamatan pengguna jalan. Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (12/3/2025), Kristianto memaparkan hasil temuan tim ahli Universitas Gadah Mada (UGM) yang menunjukkan bahwa jalan tol layang tersebut tidak aman dilintasi kendaraan golongan III (truk tronton), IV (trailer engkel), dan V (truk trailer engkel 8 roda).
Berdasarkan kesaksian Kristianto, yang juga dikonfirmasi oleh jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Agung melalui Berita Acara Pemeriksaan (BAP), jalan tol layang MBZ, meskipun didesain untuk menampung semua golongan kendaraan, mengalami kekurangan signifikan dalam hal mutu beton. Pengujian menunjukkan kekuatan tekan beton berada di kisaran 22-25, jauh di bawah standar minimal 27 yang dibutuhkan untuk menjamin keamanan kendaraan berat. Kristianto menjelaskan bahwa mutu beton yang rendah ini secara langsung berdampak pada kemampuan jembatan untuk menahan beban kendaraan golongan III ke atas, sehingga membahayakan keselamatan pengguna jalan.
Lebih lanjut, Kristianto menjelaskan bahwa temuan tersebut didasarkan pada hasil analisis tim ahli UGM yang secara independen mengevaluasi struktur jembatan. Kesimpulan tim ahli tersebut menegaskan bahwa kondisi jalan tol layang MBZ tidak memenuhi standar keamanan dan kenyamanan bagi kendaraan berat. Hal ini menunjukkan adanya kegagalan serius dalam pengawasan dan pelaksanaan proyek pembangunan jalan tol tersebut.
Kasus ini melibatkan sejumlah terdakwa, termasuk Kepala Divisi III PT Waskita Karya, Dono Parwoto; Direktur Utama PT Jasamarga Jalan Layang Cikampek (JJC), Djoko Dwijono; Ketua Panitia Lelang PT JJC, Yudhi Mahyudin; Direktur Operasional PT Bukaka Teknik Utama, Sofiah Balfas; dan Staf Tenaga Ahli Jembatan PT LAPI Ganeshatama Consulting, Tony Budianto Sihite. Mereka didakwa telah melakukan perubahan spesifikasi konstruksi yang tidak sesuai dengan desain awal, termasuk perubahan bentuk dan ukuran Steel Box Girder (balok utama jembatan berbentuk berongga), yang mengakibatkan penurunan kualitas dan keamanan jembatan.
Perubahan spesifikasi tersebut, dari desain awal berbentuk V dengan ukuran 2,80 meter x 2,05 meter dan bentangan 30 meter, menjadi bentuk U dengan ukuran 2,672 meter x 2 meter dan bentangan 60 meter pada dokumen lelang, dan akhirnya menjadi 2,350 meter x 2 meter dengan bentangan 60 meter pada pelaksanaan, diduga menjadi penyebab utama penurunan mutu konstruksi. Akibat tindakan para terdakwa, negara mengalami kerugian keuangan sebesar Rp 510.085.261.485,41, sesuai perhitungan BPKP. Kasus ini menjadi sorotan tajam atas lemahnya pengawasan proyek infrastruktur publik dan pentingnya penegakan hukum untuk mencegah terulangnya kejadian serupa di masa mendatang.
Daftar Perbedaan Spesifikasi Steel Box Girder:
- Desain Awal: Bentuk V, 2,80 meter x 2,05 meter, bentangan 30 meter
- Dokumen Lelang: Bentuk U, 2,672 meter x 2 meter, bentangan 60 meter
- Pelaksanaan: Bentuk U, 2,350 meter x 2 meter, bentangan 60 meter
Kasus ini menyoroti betapa pentingnya pengawasan ketat terhadap kualitas material dan proses konstruksi dalam proyek infrastruktur berskala besar untuk menjamin keselamatan publik dan mencegah kerugian negara.