Rupiah Unggul di Tengah Ketegangan Global: Strategi Bank Indonesia Terungkap
Bank Indonesia (BI) baru-baru ini membeberkan faktor-faktor kunci yang mendukung penguatan nilai tukar rupiah, bahkan di tengah gejolak ekonomi global yang dipicu oleh perang dagang, kebijakan tarif, dan ketegangan geopolitik.
Deputi Gubernur Senior BI, Destry Damayanti, menjelaskan bahwa derasnya arus modal asing yang masuk ke instrumen Surat Berharga Negara (SBN) serta peningkatan pasokan valuta asing (valas) dari pihak residen menjadi fondasi utama stabilitas rupiah. Data menunjukkan, sejak awal Juni hingga pertengahan bulan yang sama tahun 2025, investasi asing di SBN mencapai angka impresif, yaitu Rp 11 triliun. Jika diakumulasikan sejak awal tahun, total dana asing yang masuk ke SBN mencapai Rp 43,5 triliun.
Tren positif ini diimbangi dengan meredanya arus keluar (outflow) dana asing dari pasar saham dan instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI). Meski masih terdapat outflow, jumlahnya relatif kecil, yaitu sekitar Rp 3 triliun dan Rp 5 triliun.
"Kombinasi faktor-faktor inilah yang mendorong penguatan rupiah sepanjang Mei dan Juni. Dibandingkan kuartal sebelumnya, rupiah mengalami apresiasi sebesar 1,72 persen," ujar Destry dalam sebuah konferensi pers.
Menurutnya, daya tarik SBN bagi investor asing terletak pada imbal hasil (yield) yang kompetitif, terutama di tengah ketidakpastian ekonomi global. Saat ini, imbal hasil SBN dengan tenor 2 tahun berada di angka 6,13 persen, sementara tenor 10 tahun menawarkan imbal hasil sebesar 6,71 persen. SRBI dengan tenor 6, 9, dan 13 bulan masing-masing menawarkan suku bunga sebesar 6,22 persen, 6,26 persen, dan 6,27 persen.
"Kami bersyukur, meskipun risiko global masih tinggi, Indonesia tetap menjadi negara yang mampu memberikan imbal hasil yang menarik bagi aset instrumen keuangan kita," imbuhnya.
Selain itu, penguatan rupiah juga didukung oleh peningkatan konversi valas ke rupiah oleh para eksportir, sebagai dampak dari implementasi kebijakan pemerintah yang memperkuat regulasi terkait Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA).
Namun demikian, BI tetap waspada terhadap potensi risiko global, termasuk kemungkinan peningkatan tarif dagang dan eskalasi konflik geopolitik di Timur Tengah. Untuk mengantisipasi dampak negatifnya, BI terus mengambil langkah-langkah stabilisasi, termasuk mengoptimalkan operasi pasar terbuka yang pro-market dan melakukan triple intervention.
"Kami aktif di pasar DNDF (Domestic Non-Deliverable Forward), spot, dan juga SBN untuk menjaga stabilitas rupiah sekaligus meningkatkan likuiditas di pasar. Pembelian SBN oleh BI saat ini telah mencapai Rp 124 triliun," jelas Destry.
Dengan serangkaian langkah strategis ini, BI menyatakan optimisme dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah dinamika global yang masih bergejolak.