Digitalisasi Birokrasi: Harapan Baru dalam Pemberantasan Korupsi di Pemerintahan Prabowo-Gibran

Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Albert Aries, menekankan pentingnya digitalisasi menyeluruh dalam tata kelola pemerintahan sebagai strategi krusial untuk memerangi korupsi di Indonesia. Pernyataan ini muncul sebagai respons terhadap hasil survei Litbang Kompas yang mengungkap tingkat kepuasan publik yang signifikan, mencapai 73,6 persen, terhadap kinerja pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dalam menangani kasus-kasus korupsi.

Menurut Albert, pendekatan yang komprehensif terhadap pencegahan korupsi memerlukan digitalisasi birokrasi secara menyeluruh. Langkah ini bertujuan untuk meminimalisir interaksi langsung yang berpotensi menjadi celah terjadinya praktik koruptif. Ia menjelaskan bahwa sistem pengadaan barang dan jasa juga perlu direformasi agar lebih transparan dan terintegrasi antar berbagai instansi pemerintah. Selain itu, Albert menekankan perlunya penguatan mekanisme rekrutmen Aparatur Sipil Negara (ASN) yang berbasis pada meritokrasi, memastikan bahwa posisi-posisi kunci diisi oleh individu yang kompeten dan berintegritas.

Lebih lanjut, Albert menekankan pentingnya pemerintah dalam memastikan adanya sistem perlindungan yang kuat bagi para pelapor atau whistleblower. Sistem perlindungan yang efektif akan mendorong masyarakat untuk tidak ragu melaporkan dugaan tindak pidana korupsi tanpa takut akan adanya intimidasi atau pembalasan.

Survei Litbang Kompas yang menjadi latar belakang pernyataan ini melibatkan 1.200 responden dari 38 provinsi dan dilaksanakan pada tanggal 7 hingga 13 April 2025. Hasil survei menunjukkan bahwa mayoritas responden, yakni 63,7 persen, menyatakan puas, sementara 9,9 persen menyatakan sangat puas terhadap penanganan korupsi di era pemerintahan Prabowo-Gibran. Sebaliknya, 22,4 persen menyatakan tidak puas, 1,1 persen sangat tidak puas, dan 2,9 persen tidak memberikan jawaban.

Survei ini juga mengungkap bahwa generasi Z dan Y, yang merupakan kelompok mayoritas responden (48,8 persen), mendapatkan informasi mengenai kasus korupsi terutama dari media sosial. Sementara itu, televisi menjadi sumber informasi bagi 41,7 persen responden, dan berita daring (online) bagi 14,2 persen. Data ini mengindikasikan bahwa platform digital telah menjadi kanal utama dalam penyebaran informasi politik dan hukum, menggeser peran media konvensional.

Kasus korupsi yang paling banyak diketahui oleh masyarakat adalah kasus bahan bakar minyak (BBM) oplosan, dengan tingkat pengetahuan mencapai 85,7 persen. Kasus minyak goreng menempati urutan kedua dengan 74,9 persen, diikuti oleh kasus logam mulia (35,4 persen) dan bank daerah (26,9 persen). Mayoritas responden juga menyatakan keyakinannya bahwa pemerintahan Presiden Prabowo mampu menyelesaikan kasus-kasus tersebut. Tingkat keyakinan terhadap penyelesaian kasus BBM oplosan mencapai 72,8 persen, kasus minyak goreng 72,9 persen, kasus logam mulia 63,4 persen, dan kasus bank daerah 62,5 persen.

Survei Litbang Kompas ini dibiayai oleh Kementerian Informasi dan Digital dan menggunakan metode multistage random sampling dalam pemilihan sampel.