Keputusan Prabowo Akhiri Sengketa Empat Pulau antara Aceh dan Sumatera Utara

Prabowo Putuskan Empat Pulau Masuk Wilayah Aceh, Akhiri Perselisihan dengan Sumut

Sengketa kepemilikan empat pulau antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara akhirnya mencapai titik terang. Presiden Prabowo Subianto secara resmi memutuskan bahwa Pulau Mangkir Kecil, Pulau Mangkir Besar, Pulau Panjang, dan Pulau Lipan masuk ke dalam wilayah administratif Provinsi Aceh. Keputusan ini diumumkan di sela-sela kunjungan kerja Presiden ke Rusia, melalui konferensi video yang diikuti oleh sejumlah pejabat tinggi negara dan kedua gubernur terkait.

Rapat penting ini dihadiri oleh Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Gubernur Aceh Muzakir Manaf, dan Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution. Keputusan tersebut didasarkan pada laporan Kementerian Dalam Negeri dan dokumen-dokumen pendukung yang dimiliki pemerintah.

Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menjelaskan, "Berdasarkan laporan dari Kemendagri, berdasarkan dokumen-dokumen, data-data pendukung kemudian tadi Bapak Presiden memutuskan bahwa pemerintah berlandaskan pada dasar-dasar dokumen yang telah dimiliki pemerintah telah mengambil keputusan bahwa keempat pulau yaitu Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang dan Pulau Mangkir Ketek, secara administratif berdasarkan dokumen yang dimiliki pemerintah adalah masuk ke wilayah administratif wilayah Aceh."

Awal Mula Sengketa

Perselisihan ini bermula dari Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 yang menyatakan bahwa keempat pulau tersebut masuk ke dalam wilayah Sumatera Utara. Keputusan ini memicu protes keras dari Pemerintah Provinsi Aceh, yang mengklaim memiliki bukti historis yang kuat atas kepemilikan pulau-pulau tersebut.

Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, segera mengambil langkah proaktif dengan menggelar pertemuan dengan berbagai pihak, termasuk Forum Bersama (Forbes) DPR/DPD RI, DPR Aceh, dan rektor dari berbagai universitas di Aceh. Pertemuan ini menghasilkan kesepakatan untuk memperjuangkan pengembalian keempat pulau ke wilayah Aceh.

Reaksi Sumatera Utara

Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, pada awalnya berpegang pada keputusan Kemendagri. Ia berargumen bahwa penetapan wilayah merupakan kewenangan pemerintah pusat dan Pemprov Sumut hanya menjalankan keputusan yang ada. Bobby bahkan sempat menawarkan pengelolaan bersama keempat pulau tersebut, mengingat potensi pariwisata yang dimilikinya.

Namun, tawaran tersebut ditolak mentah-mentah oleh Gubernur Aceh, Muzakir Manaf. Pemprov Aceh bersikukuh bahwa mereka memiliki dokumen historis yang membuktikan kepemilikan mereka atas pulau-pulau tersebut.

Peran Jusuf Kalla

Polemik ini juga menarik perhatian mantan Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla. Beliau mendukung klaim Aceh dan meragukan ide pengelolaan bersama pulau oleh dua provinsi yang berbeda. Jusuf Kalla menekankan bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 dan Perjanjian Helsinki tahun 2005, wilayah Aceh telah ditetapkan secara jelas, dan keputusan menteri tidak dapat membatalkan undang-undang.

Dokumen-Dokumen Penting

Dalam memperkuat posisinya, Pemerintah Provinsi Aceh mengandalkan sejumlah dokumen penting, di antaranya:

  • Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956
  • Surat Gubernur Sumatera Utara tahun 1953 yang mengakui keempat pulau sebagai bagian dari Aceh
  • Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh
  • Hasil kerja lapangan Tim Pemetaan Pulau Aceh tahun 2016 dan 2018
  • Kesepakatan Bersama antara Pemerintah Daerah Tingkat I Sumatera Utara dan Pemerintah Daerah Istimewa Aceh pada tahun 1992

Dokumen-dokumen ini menunjukkan bahwa keempat pulau tersebut telah lama berada dalam struktur pemerintahan dan pelayanan administratif Aceh.

Keputusan Akhir dan Harapan

Presiden Prabowo Subianto akhirnya mengambil keputusan berdasarkan bukti-bukti dan dokumen pendukung yang ada. Mensesneg Prasetyo Hadi menyebutkan bahwa pemerintah menggunakan Kesepakatan Bersama tahun 1992 dan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 111 tahun 1992 sebagai dasar utama dalam pengambilan keputusan ini.

Keputusan ini diharapkan dapat menjadi solusi terbaik bagi kedua belah pihak dan seluruh masyarakat Indonesia. Setelah pengumuman keputusan, Gubernur Aceh dan Sumatera Utara menunjukkan sikap positif dengan berjabat tangan erat, menandakan berakhirnya perselisihan dan dimulainya era kerja sama.