Kendala Pembiayaan Hambat Program Impor Sapi Perah Nasional

Program Impor Sapi Perah Terhambat Masalah Pembiayaan Bagi Peternak

Program pemerintah untuk meningkatkan produksi susu melalui importasi sapi perah terancam terhambat akibat kesulitan yang dialami peternak dalam mengakses modal. Meskipun telah mengantongi izin impor, banyak peternak rakyat yang mengeluhkan sulitnya mendapatkan pembiayaan, terutama melalui skema Kredit Usaha Rakyat (KUR).

Ketua Umum Asosiasi Peternak Sapi Perah Indonesia (APSPI), Agus Warsito, mengungkapkan bahwa realisasi KUR untuk peternak sapi perah masih sangat lambat. Padahal, proses pengajuan telah berjalan cukup lama dan peternak telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan perbankan. Kondisi ini sangat disayangkan, mengingat kebutuhan susu nasional terus meningkat, dan program impor sapi perah diharapkan dapat menjadi solusi untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

"Saya melihat hingga saat ini, antusiasme masyarakat terhadap pembiayaan KUR belum membuahkan hasil. Perbankan sepertinya kurang responsif," ujar Agus.

Agus juga menyoroti adanya ketimpangan dalam realisasi impor sapi perah. Menurutnya, sebagian besar sapi impor yang sudah masuk ke Indonesia didanai oleh pengusaha besar, pabrik, dan farm-farm besar. Sementara itu, koperasi dan peternak rakyat masih kesulitan merealisasikan impor sapi perah mereka.

Selain masalah lambatnya pencairan KUR, peternak juga mengeluhkan tenor pinjaman yang dianggap terlalu pendek. Dengan tenor KUR saat ini yang hanya 5 tahun, peternak merasa kesulitan untuk mengembalikan pinjaman, mengingat proses pengembangbiakan dan produksi susu dari sapi perah membutuhkan waktu yang cukup lama. Apalagi, biaya impor sapi perah juga terbilang tinggi.

"Kami mengusulkan kepada pemerintah agar tenor KUR untuk sapi perah dapat diperpanjang hingga 7 tahun, dengan grace period selama 1 tahun. Dengan demikian, peternak akan memiliki waktu yang lebih leluasa untuk mengembangkan usaha mereka dan menghasilkan susu," jelas Agus.

Usulan perpanjangan tenor ini diharapkan dapat meringankan beban angsuran peternak. Dengan adanya grace period, peternak dapat memanfaatkan hasil dari dua generasi sapi (induk impor dan anaknya) untuk membayar angsuran.

Pemerintah Berjanji Cari Solusi

Merespon keluhan peternak, Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono menyatakan akan melakukan pengecekan langsung ke lapangan untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi peternak dalam merealisasikan impor sapi perah. Namun, ia menegaskan bahwa Kementerian Pertanian tidak memiliki kewenangan untuk mengintervensi perbankan dalam proses pencairan pembiayaan.

"Nanti kita akan cek peternakan rakyat mana yang mengalami kesulitan. Kita akan cari tahu masalahnya di mana. Tapi, kita tidak bisa mengintervensi bank atau memberikan jaminan," kata Sudaryono.

Wamentan juga menjelaskan bahwa tugas Kementerian Pertanian adalah membuat kebijakan yang mempermudah investasi di sektor peternakan, termasuk importasi sapi perah. Pemerintah mengklaim telah mempermudah proses perizinan dan memberikan insentif bagi para pelaku usaha yang ingin mengimpor sapi perah.

Sudaryono juga menginformasikan bahwa pemerintah telah merevisi target impor sapi perah tahun ini menjadi 100 ribu hingga 150 ribu ekor. Sebelumnya, target impor sapi perah ditetapkan sebesar 250 ribu ekor, sebagai bagian dari rencana impor 1 juta ekor sapi hingga tahun 2029. Pemerintah mengklaim telah mendatangkan lebih dari 20 ribu ekor sapi hidup ke Indonesia.