Trotoar di Sekitar Grand Indonesia Dikeluhkan Warga: Ruang Pejalan Kaki Semakin Terkikis
Polemik menyelimuti perubahan fisik trotoar di Jalan Teluk Betung I, kawasan yang berdekatan dengan pusat perbelanjaan Grand Indonesia, Jakarta Pusat. Kondisi trotoar yang menyempit telah memicu gelombang keluhan dari masyarakat, menimbulkan pertanyaan serius mengenai keberpihakan terhadap hak pejalan kaki di tengah hiruk pikuk kota.
Pengamat tata kota, Yayat Supriyatna, menyoroti bahwa insiden ini mengindikasikan kurangnya apresiasi terhadap pejalan kaki sebagai elemen penting dalam sistem transportasi perkotaan. Menurutnya, trotoar yang layak dan aman merupakan fondasi utama dalam hierarki transportasi yang ideal. Prioritas seharusnya diberikan kepada pejalan kaki, disusul pesepeda, transportasi umum, dan terakhir kendaraan pribadi. Ironisnya, realitas yang terjadi justru sebaliknya, di mana hak pejalan kaki terpinggirkan.
"Bagaimana kita menghargai perjalanan kaki? Jangan menghilangkan hak-hak mereka. Kalau begitu caranya, orang akan malas berjalan kaki," tegas Yayat.
Lebih lanjut, Yayat mempertanyakan dasar dan motivasi di balik pemangkasan trotoar tersebut. Ia menduga, ada kepentingan tersembunyi yang mengutamakan kepentingan komersial atau kelompok tertentu di kawasan elite tersebut. Seharusnya, keberadaan pusat perbelanjaan atau fasilitas mewah tidak boleh mengorbankan hak dasar warga untuk berjalan kaki dengan nyaman dan aman.
"Siapa yang memangkasnya jadi kecil begitu? Atas dasar apa? Apakah karena di situ kawasan elite, atau ada kepentingan lain seperti mal? Kalau pun dekat Transjakarta, seharusnya ruang pejalan kaki tetap tersedia," tanya Yayat.
Yayat menekankan bahwa pusat perbelanjaan dan pengelola kawasan elite memiliki tanggung jawab untuk menyediakan ruang yang ramah bagi pejalan kaki. Banyak pengunjung mal yang menggunakan transportasi umum seperti Transjakarta, sehingga fasilitas pejalan kaki yang memadai sangat penting.
Kondisi trotoar saat ini memprihatinkan, dengan lebar yang hanya berkisar antara 30 hingga 50 sentimeter. Di beberapa titik, trotoar hanya cukup untuk dilewati satu orang dewasa, itupun harus berjalan merapat ke pagar mal. Sulaeman, seorang warga yang sering melintas di kawasan tersebut, mengungkapkan ketidaknyamanannya.
"Saya yang badannya gede kayak tidak muat. Kadang malah milih jalan kaki di jalan raya saja," ujarnya.
Gina, seorang pekerja di Grand Indonesia, juga merasakan hal yang sama. Ia merasa tidak nyaman melewati trotoar yang sempit dan ramai setiap hari. Banyak pejalan kaki yang terpaksa berjalan di aspal karena trotoar tidak memadai.
"Saya tiap hari lewat sini, tapi sudah tidak nyaman lagi. Banyak yang akhirnya jalan di aspal karena trotoarnya sempit banget," keluhnya.
Sampai saat ini, belum ada informasi resmi mengenai pihak yang bertanggung jawab atas pemangkasan trotoar tersebut. Status lahan juga masih menjadi pertanyaan, apakah milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta atau pihak pengelola Grand Indonesia.