Jakarta Ulurkan Tangan, Siap Bantu Bali Realisasikan Mimpi MRT

Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menyatakan kesiapannya untuk mendukung Provinsi Bali dalam mewujudkan sistem transportasi massal modern berbasis rel, yaitu Moda Raya Terpadu (MRT).

Hal ini diungkapkan oleh Wakil Gubernur DKI Jakarta, Rano Karno, di sela-sela diskusi publik bertema "Betawi in the City: Cultural Roots in a Globe Jakarta" yang juga dihadiri oleh Gubernur DKI Jakarta periode 2007-2012, Fauzi Bowo. Diskusi ini berlangsung di Taman Ismail Marzuki, Jakarta.

Menurut Rano Karno, ide kerjasama ini berawal dari permintaan Pemerintah Provinsi Bali beberapa tahun lalu. Bali, sebagai destinasi wisata utama Indonesia, menghadapi masalah kemacetan yang semakin meningkat. MRT dipandang sebagai solusi ideal untuk mengatasi permasalahan tersebut. Kerjasama dengan Jakarta diharapkan dapat mempercepat proses perencanaan dan pembangunan MRT di Bali.

Salah satu pertimbangan utama dalam pembangunan MRT adalah biaya. Rano Karno menjelaskan bahwa pembangunan MRT bawah tanah memiliki konsekuensi biaya yang signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan jalur layang. Pengalaman Jakarta menunjukkan bahwa biaya pembangunan MRT bawah tanah dapat mencapai lebih dari Rp 1 triliun per kilometer.

"Kemarin diskusi sama Pak Koster, sama Wagub sama Pagub kan. 'Pak Gub kalau semuanya bawah, ongkosnya tiga kali lipat'. (Lalu dibajawab), 'waduh', 'mahal'," ujar Rano, mengilustrasikan kekhawatiran Pemerintah Provinsi Bali terkait biaya.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan berperan sebagai mitra pendamping, memberikan dukungan teknis dan pengalaman yang telah diperoleh selama pembangunan MRT di Jakarta. Fokus utama adalah membantu Bali menemukan solusi yang paling efektif dan efisien, dengan mempertimbangkan kondisi geografis dan sosial budaya Pulau Dewata.

Namun, Rano Karno juga menyoroti tantangan unik yang dihadapi Bali dalam pembangunan MRT. Salah satunya adalah aturan adat yang membatasi ketinggian bangunan, yang berpotensi mempengaruhi desain dan rute MRT. Ketinggian bangunan tidak boleh melebihi tinggi pura, sehingga pembangunan jalur layang memerlukan perencanaan yang cermat agar tidak melanggar aturan adat tersebut.

"Sekarang kan problemnya gini, Bang Foke (Fauzi Bowo). Bali itu kan ada adat yang enggak boleh tinggi dari pura," kata Rano.

Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan terus berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi Bali dan kementerian terkait untuk melakukan studi kelayakan yang komprehensif. Studi ini akan mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk teknis, ekonomi, sosial, dan budaya, untuk memastikan bahwa proyek MRT di Bali dapat berjalan sukses dan memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat.

Adapun beberapa tantangan yang mungkin dihadapi dalam pembangunan MRT di Bali:

  • Biaya Pembangunan: MRT bawah tanah bisa sangat mahal.
  • Aturan Adat: Pembatasan ketinggian bangunan dapat mempengaruhi desain.
  • Kondisi Geografis: Kontur tanah dan potensi gempa bumi perlu dipertimbangkan.
  • Pembebasan Lahan: Proses pembebasan lahan bisa menjadi rumit.
  • Integrasi dengan Transportasi Lain: MRT harus terintegrasi dengan sistem transportasi lain.

Pemerintah Provinsi Jakarta berkomitmen untuk membantu Bali dalam mewujudkan sistem transportasi massal yang berkelanjutan. Diharapkan, dengan adanya MRT, kemacetan di Bali dapat teratasi dan kualitas hidup masyarakat meningkat.