Banjir Bekasi: BMKG Ungkap Peran Perubahan Lingkungan dan Tata Kelola Air di Balik Intensitas Bencana

Banjir Bekasi: Analisis BMKG Mengungkap Faktor di Balik Intensitas Bencana

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, memberikan penjelasan komprehensif terkait banjir yang melanda Bekasi, Jawa Barat, baru-baru ini. Penjelasan tersebut disampaikan dalam rapat kerja bersama Komisi V DPR RI di Jakarta pada Selasa (11/3/2025). Berbeda dengan persepsi umum yang mengaitkan banjir dengan curah hujan ekstrem, Dwikorita memaparkan data yang menunjukkan bahwa curah hujan di Bekasi periode banjir kali ini justru lebih rendah dibandingkan tahun 2020.

Berdasarkan data BMKG, curah hujan di Bekasi pada periode sebelum banjir mencapai 103-141 mm per hari, jauh di bawah curah hujan tahun 2020 yang mencapai 236 mm per hari. Ironisnya, banjir yang terjadi pada tahun 2020 dengan curah hujan ekstrem tersebut, tidak separah banjir yang terjadi baru-baru ini. Hal ini menimbulkan pertanyaan mendasar mengenai faktor-faktor lain yang berperan dalam intensitas bencana banjir di Bekasi. Dwikorita menuturkan, "Pada tahun 2020, curah hujan mencapai 236 mm per hari, namun banjirnya tidak separah yang terjadi pekan lalu. Banjir saat itu tidak sampai merendam atap rumah." Hal ini menunjukkan bahwa angka curah hujan semata, tidak sepenuhnya menjadi penentu tingkat keparahan sebuah banjir.

Lebih lanjut, Dwikorita menjelaskan adanya tiga gugusan awan berbahaya yang terdeteksi pada 3 Maret 2025, sebelum banjir Bekasi terjadi. Gugusan awan tersebut terpantau di Jawa Barat, Lampung dan Palembang, serta Kalimantan. Meskipun gugusan awan terbesar terdeteksi di Kalimantan, dampaknya terhadap curah hujan di Bekasi relatif lebih rendah dibandingkan dengan gugusan awan di Jawa Barat. Hal ini menunjukkan kompleksitas faktor meteorologi yang perlu dipertimbangkan dalam analisis bencana banjir.

BMKG mengklasifikasikan curah hujan 236 mm per hari sebagai curah hujan ekstrem, sementara curah hujan 100-150 mm per hari dikategorikan sangat lebat. Curah hujan di Bekasi pada periode banjir kali ini, berada dalam kategori sangat lebat. Namun, sesuai penjelasan Kepala BMKG, angka ini tidak sepenuhnya menjelaskan mengapa banjir kali ini lebih parah. Dwikorita menekankan perlunya melihat faktor lain di luar angka curah hujan.

Kesimpulan yang dikemukakan Dwikorita sangatlah penting: perubahan lingkungan dan tata kelola air menjadi faktor kunci yang memperparah dampak banjir di Bekasi. "Perubahan lingkungan dan mungkin juga tata kelola air menjadi faktor utama," ujarnya. Ia juga mencatat adanya pola aliran air yang mengarah ke timur, bukan ke selatan, yang menunjukkan adanya permasalahan dalam sistem drainase. Analisis ini memberikan pelajaran berharga dalam mitigasi bencana banjir, khususnya dalam konteks persiapan menghadapi musim mudik mendatang.

Kesimpulan: Analisis BMKG menunjukkan bahwa banjir di Bekasi tidak semata-mata disebabkan oleh curah hujan tinggi. Perubahan lingkungan dan tata kelola air yang buruk, menjadi faktor penentu keparahan banjir yang terjadi. Data curah hujan hanya menjadi satu dari sekian banyak faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memahami dan mengantisipasi bencana banjir di masa mendatang. Hal ini menjadi poin penting dalam perencanaan pembangunan dan penataan infrastruktur kedepannya.