Sengketa Empat Pulau di Aceh: Pemprov Sumut Ungkap Proses Penetapan Wilayah yang Berlangsung Lama
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprov Sumut) memberikan klarifikasi terkait polemik penetapan empat pulau di Aceh yang kini menjadi bagian dari wilayah administratifnya. Pemprov Sumut menegaskan bahwa keputusan ini bukan merupakan kebijakan baru yang diambil secara tiba-tiba, melainkan hasil dari proses panjang dan kajian mendalam yang telah berlangsung selama bertahun-tahun.
Menurut keterangan resmi dari Pemprov Sumut, pembahasan mengenai batas wilayah antara Aceh dan Sumatera Utara, termasuk status keempat pulau tersebut, telah dimulai sejak lama. Proses ini melibatkan berbagai instansi pemerintah dan lembaga terkait, termasuk Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Pemprov Sumut menjelaskan bahwa Kemendagri telah mengeluarkan keputusan terkait status keempat pulau tersebut pada tahun 2022, jauh sebelum Bobby Nasution menjabat sebagai Gubernur Sumatera Utara.
Asisten Pemerintah dan Kesejahteraan Rakyat Setda Provinsi Sumatera Utara, Basarin Yunus Tanjung menyampaikan, proses verifikasi batas wilayah tersebut telah dilakukan oleh Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi sejak tahun 2008. Tim tersebut beranggotakan berbagai instansi dan lembaga negara.
- Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri)
- TNI Angkatan Laut (TNI AL)
- Badan Informasi Geospasial
- Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional
- Kementerian Kelautan dan Perikanan
Basarin Yunus Tanjung menambahkan, keputusan Kemendagri didasarkan pada kajian ilmiah yang melibatkan berbagai disiplin ilmu, termasuk topografi. Pemerintah daerah tidak memiliki kewenangan untuk mengubah batas wilayah, karena kewenangan tersebut berada di pemerintah pusat. Meskipun demikian, Pemprov Sumut menyatakan keterbukaannya terhadap kemungkinan kajian ulang terkait batas wilayah jika diperlukan.
Sebelumnya, keputusan Kemendagri yang memindahkan empat pulau dari wilayah Aceh ke wilayah administratif Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, telah menimbulkan reaksi dari berbagai pihak. Gubernur Aceh, Muzakir Manaf (Mualem), dan sejumlah tokoh masyarakat Aceh menyatakan penolakan terhadap keputusan tersebut.