Nelayan Pengguna Pukat Harimau di Jakarta Utara Terancam Kehilangan Subsidi BBM
Pemerintah Kota Jakarta Utara memperketat pengawasan terhadap penggunaan alat tangkap ilegal di wilayah perairannya. Kapal-kapal yang kedapatan menggunakan pukat harimau atau trawl dalam kegiatan penangkapan ikan di Kalibaru, Cilincing, terancam tidak akan mendapatkan akses Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi.
Kepala Suku Dinas Ketahanan Pangan, Perikanan, dan Pertanian (Sudin KPKP) Jakarta Utara, Unang Rustanto, menegaskan bahwa pihaknya tidak akan memberikan rekomendasi BBM bersubsidi kepada kapal-kapal yang melanggar aturan tersebut. Menurutnya, rekomendasi BBM bersubsidi hanya diperuntukkan bagi nelayan yang memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.
Adapun persyaratan yang harus dipenuhi oleh nelayan untuk mendapatkan BBM bersubsidi meliputi:
- Memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) DKI Jakarta
- Memiliki pas kapal yang masih aktif
- Terdaftar sebagai anggota nelayan dengan memiliki Kartu Kusuka
Lebih lanjut, Unang menjelaskan bahwa pemberian BBM bersubsidi juga mempertimbangkan praktik penangkapan ikan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Penggunaan pukat harimau dilarang karena alat tangkap ini dapat merusak ekosistem laut dan mengancam keberlangsungan sumber daya perikanan.
Larangan penggunaan pukat harimau di perairan Cilincing sebenarnya telah disosialisasikan sejak lama. Dinas KPKP Jakarta Utara bahkan telah melakukan sosialisasi kepada para nelayan untuk beralih menggunakan alat tangkap yang lebih ramah lingkungan.
Menurut Unang, biaya untuk mengganti alat tangkap pukat harimau dengan alat tangkap yang ramah lingkungan relatif terjangkau, yaitu sekitar Rp 5 juta hingga Rp 6 juta. Meskipun demikian, masih banyak nelayan yang enggan beralih, seperti yang diungkapkan oleh Surya, Ketua Nelayan Tradisional Kalibaru, Cilincing.
Surya mengungkapkan bahwa masih terdapat sekitar 50 kapal di Kalibaru yang menggunakan pukat harimau. Padahal, penggunaan alat tangkap tersebut telah dilarang sejak tahun 2014. Praktik ilegal ini merugikan nelayan tradisional karena mengurangi hasil tangkapan mereka.
Penegasan dari Sudin KPKP Jakarta Utara ini menjadi angin segar bagi nelayan tradisional yang selama ini merasa dirugikan oleh praktik penggunaan pukat harimau. Diharapkan, dengan tidak diberikannya subsidi BBM kepada kapal-kapal yang melanggar aturan, penggunaan pukat harimau dapat ditekan dan kelestarian sumber daya laut di perairan Jakarta Utara dapat terjaga.