Studi Ungkap Dampak Negatif Kerja Lembur terhadap Struktur Otak

Konsekuensi Kerja Lembur: Perubahan Struktural Otak Terungkap dalam Studi Terbaru

Kerja lembur, sebuah realitas yang umum dijumpai dalam dunia kerja modern, ternyata menyimpan dampak yang lebih dalam daripada sekadar kelelahan fisik dan mental. Sebuah studi terbaru mengindikasikan bahwa kebiasaan bekerja melebihi batas waktu normal dapat memicu perubahan signifikan dalam struktur otak, khususnya pada area yang bertanggung jawab atas regulasi emosi dan fungsi eksekutif.

Penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Occupational & Environmental Medicine pada 1 Maret 2025 ini menyoroti adanya peningkatan volume di beberapa bagian otak pekerja yang rutin menghabiskan waktu lebih dari 52 jam per minggu di tempat kerja. Salah satu area yang paling terpengaruh adalah girus frontal tengah, yang berperan krusial dalam atensi, memori kerja, dan pemrosesan bahasa. Studi ini mengungkapkan bahwa volume girus frontal tengah meningkat hingga 19 persen pada kelompok pekerja lembur dibandingkan dengan mereka yang bekerja dengan jam kerja standar.

Analisis Mendalam terhadap Perubahan Otak

Selain girus frontal tengah, teknik voxel-based morphometry (VBM) juga mengidentifikasi peningkatan volume di 16 area otak lainnya. Area-area tersebut termasuk girus frontal superior, yang terlibat dalam perencanaan dan pengambilan keputusan, serta insula, bagian otak yang berperan dalam pemrosesan emosi, kesadaran diri, dan pemahaman konteks sosial. Temuan ini menimbulkan pertanyaan penting mengenai mekanisme adaptasi otak terhadap stres kronis akibat kerja berlebihan.

Para peneliti menduga bahwa peningkatan volume otak yang teramati pada pekerja lembur mungkin merupakan respons neuroadaptif terhadap tekanan kerja yang berkelanjutan. Meskipun mekanisme pastinya masih memerlukan penelitian lebih lanjut, temuan ini memberikan dasar biologis untuk memahami masalah kognitif dan emosional yang sering dialami oleh individu dengan kebiasaan kerja lembur.

Metodologi Penelitian

Studi ini melibatkan 110 pekerja layanan kesehatan dari Korea Selatan, yang datanya diperoleh dari Gachon Regional Occupational Cohort Study (GROCS). Sebanyak 32 orang (28 persen) dari peserta studi bekerja lebih dari 52 jam per minggu. Melalui pemindaian otak menggunakan MRI, para peneliti mengamati perbedaan struktur otak antara kelompok pekerja lembur dan kelompok pekerja dengan jam kerja normal.

Para peneliti mencatat bahwa pekerja lembur cenderung lebih muda, memiliki masa kerja lebih singkat, dan tingkat pendidikan lebih tinggi dibandingkan dengan pekerja dengan jam kerja normal. Namun, karena studi ini bersifat observasional dan jangka pendek, kesimpulan pasti mengenai hubungan sebab-akibat antara kerja lembur dan perubahan struktur otak belum dapat ditarik.

Implikasi dan Rekomendasi

Terlepas dari keterbatasan tersebut, studi ini memberikan wawasan berharga mengenai dampak potensial kerja lembur terhadap kesehatan otak. Temuan ini menggarisbawahi pentingnya memperhatikan jam kerja berlebihan sebagai masalah kesehatan kerja dan mendorong penerapan kebijakan tempat kerja yang bertujuan untuk mengurangi jam kerja berlebihan.

Dengan memahami konsekuensi neurologis dari kerja lembur, diharapkan kesadaran akan pentingnya keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi semakin meningkat. Perusahaan dan individu perlu bekerja sama untuk menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan berkelanjutan, di mana kesehatan fisik dan mental pekerja menjadi prioritas utama.