Pengalaman Wamenristekdikti: AI Sempat Berikan Data Semu dalam Kalkulasi Peluang Indonesia di Piala Dunia

Wakil Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Wamenristekdikti), Stella Christie, baru-baru ini membagikan pengalamannya yang menarik seputar pemanfaatan kecerdasan buatan (AI) dalam konteks yang tak terduga: menghitung probabilitas atau peluang Tim Nasional Indonesia untuk lolos ke Piala Dunia.

Dalam sebuah forum diskusi, Stella mengungkapkan bahwa alih-alih memberikan hasil yang akurat berdasarkan perhitungan matematis yang kompleks, sistem AI yang ia gunakan justru sempat memberikan jawaban yang kurang tepat dan cenderung berupa estimasi kasar. Hal ini terjadi ketika ia meminta AI tersebut untuk membuat kode program yang dapat menghitung probabilitas dari 729 skenario yang mungkin terjadi dalam kualifikasi Piala Dunia.

"Awalnya saya meminta AI untuk membuat coding yang dapat menghitung probabilitas dari 729 skenario. Namun, yang menarik adalah AI tersebut ternyata memberikan hasil yang kurang akurat," ujar Stella.

Stella menjelaskan bahwa perhitungan peluang Indonesia untuk lolos ke Piala Dunia memerlukan pemodelan probabilistik yang rumit. Mengingat setiap pertandingan memiliki tiga kemungkinan hasil – menang, seri, atau kalah – terdapat total 729 kombinasi skenario yang harus dianalisis secara cermat.

"Misalnya, satu skenario adalah: Indonesia menang melawan China, Australia menang melawan Jepang, dan Arab Saudi menang melawan Bahrain. Itu baru satu skenario. Kita harus menghitung semua 729 skenario tersebut dan menjumlahkan peluangnya," jelas Stella.

Ketika pertama kali meminta bantuan AI, Stella mendapati bahwa sistem tersebut tidak menjalankan perintahnya dengan semestinya. Meskipun AI menampilkan tabel hasil, Stella mencurigai bahwa hasil tersebut hanya berupa perkiraan dan bukan hasil perhitungan yang akurat berdasarkan seluruh skenario yang ada.

"Saya sempat bertanya kepada AI, 'Saya tidak yakin kamu menghitung tabel ini dengan enumerasi yang tepat,' dan akhirnya AI mengakui bahwa ia tidak menghitung seluruhnya," ungkap Stella sambil menunjukkan tangkapan layar percakapannya dengan sistem AI tersebut.

Setelah beberapa kali penegasan dan permintaan yang lebih spesifik, AI tersebut akhirnya memberikan hasil yang lebih akurat dengan menyusun tabel berdasarkan numerasi penuh dari seluruh skenario yang mungkin. Stella kemudian menanyakan kembali apakah AI tersebut sebelumnya memberikan informasi yang tidak benar.

"Saya bertanya lagi, 'Apakah kamu berbohong?' Lalu, saya meminta, 'Bisakah kamu membuat tabel dengan enumerasi yang tepat.' AI menjawab, 'Oke,' dan saya membalas, 'Saya berutang enumerasi yang benar-benar tepat kepadamu,'" kata Stella.

Stella menekankan bahwa pengalaman ini bukan hanya menarik dari sudut pandang sepak bola dan teknologi, tetapi juga menjadi pengingat pentingnya literasi digital dan pemahaman mendalam tentang cara kerja AI, baik di kalangan akademisi maupun masyarakat umum. Menurutnya, AI memang merevolusi berbagai aspek kehidupan, tetapi revolusi yang paling penting adalah kesadaran bahwa AI membuka peluang untuk menghapus batasan.

"Jangan sampai kita digantikan oleh AI, tetapi manfaatkan peluang yang dibuka oleh kecerdasan buatan," pungkas Stella.