Eksploitasi Anak di Lombok: Kakak Kandung dan Pengusaha Jadi Tersangka Kasus Prostitusi Siswi SD

Kasus dugaan eksploitasi seksual terhadap anak di bawah umur menggemparkan Nusa Tenggara Barat (NTB). Polda NTB telah menetapkan dua orang tersangka dalam kasus yang melibatkan seorang siswi Sekolah Dasar (SD) berusia 13 tahun yang menjadi korban prostitusi hingga hamil dan melahirkan. Ironisnya, pelaku utama dalam kasus ini adalah kakak kandung korban sendiri, yang diduga menjual adiknya kepada seorang pengusaha.

Kasubdit IV Ditreskrimum Polda NTB, AKBP Ni Made Pujawati, mengungkapkan identitas kedua tersangka, yaitu ES (22), kakak kandung korban, dan MAA (51), seorang pengusaha yang berdomisili di Mataram. Penyelidikan mendalam mengungkap modus operandi yang digunakan oleh para pelaku.

Berdasarkan keterangan kepolisian, kejadian bermula pada bulan Juni 2024. Tersangka ES membujuk korban dengan iming-iming hadiah. Korban kemudian diajak ke sebuah pusat perbelanjaan di Mataram dan selanjutnya dibawa ke sebuah hotel bintang empat. Di dalam kamar hotel tersebut, korban dipertemukan dengan tersangka MAA. ES kemudian meninggalkan korban bersama MAA, di mana terjadi serangkaian tindakan eksploitasi seksual.

"ES dan tersangka MAA mempertemukan dengan adiknya atau korban, di sanalah korban mengalami eksploitasi dalam bentuk kekerasan seksual dan pelecehan seksual," jelas Puja.

Setelah kejadian tersebut, MAA memberikan sejumlah uang kepada ES sebagai imbalan. Dari hasil penyidikan sementara, perbuatan tersebut telah berulang beberapa kali dengan nominal pembayaran yang bervariasi.

Saat ini, kasus dugaan eksploitasi seksual anak ini sedang dalam proses penyidikan intensif oleh Ditreskrimum Polda NTB. Polisi telah melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi, menyita dokumen terkait status anak korban, dan mengamankan barang bukti berupa telepon genggam untuk mengungkap jejak digital yang dapat memperkuat bukti-bukti yang ada.

Modus yang digunakan tersangka ES adalah dengan menjanjikan hadiah kepada korban dan mempertemukannya dengan tersangka MAA dengan iming-iming hadiah berupa telepon genggam.

Atas perbuatannya, ES dijerat dengan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) atau Pasal 88 Juncto Pasal 76i Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Ancaman hukuman yang menanti para tersangka adalah pidana penjara maksimal 12 tahun dan denda maksimal Rp 300 juta.

Kasus ini menambah daftar panjang kasus kekerasan seksual terhadap anak di Indonesia. Kepolisian mengimbau kepada masyarakat untuk lebih waspada dan melaporkan segala bentuk tindakan yang mencurigakan terkait eksploitasi anak.