Eksploitasi Nikel di Raja Ampat Picu Kerusakan Lingkungan dan Kecaman Publik

Kerusakan Lingkungan Akibat Tambang Nikel di Raja Ampat Tuai Kecaman

Aktivitas pertambangan nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya, menjadi sorotan tajam dan menuai kecaman dari berbagai pihak. Indikasi kerusakan lingkungan akibat aktivitas ini memicu kekhawatiran serius akan kelestarian alam di wilayah tersebut.

Pemerintah saat ini tengah mengawasi empat perusahaan tambang nikel yang beroperasi di Raja Ampat, yaitu PT Gag Nikel (PT GN), PT Kawei Sejahtera Mining (PT KSM), PT Anugerah Surya Pratama (PT ASP), dan PT Mulia Raymond Perkasa (PT MRP). Menteri Lingkungan Hidup (LH), dalam sebuah konferensi pers, mengungkapkan bahwa kegiatan pertambangan ini dilakukan di empat lokasi berbeda di pulau-pulau kecil. Indikasi kerusakan lingkungan yang signifikan ditemukan di Pulau Manuran, lokasi pertambangan yang dikelola oleh PT KSM.

"Pulau Manuran memiliki luas yang relatif kecil, hanya 743 hektare. Eksploitasi di pulau sekecil ini akan sangat sulit dipulihkan karena tidak ada lagi sumber daya untuk memulihkannya," ujar Menteri LH.

Kementerian LH saat ini tengah melakukan peninjauan ulang terhadap dokumen lingkungan terkait aktivitas tambang nikel di Raja Ampat. Persetujuan lingkungan untuk PT ASP, yang diterbitkan oleh Bupati Kabupaten Raja Ampat, hingga kini belum diterima oleh Kementerian LH. Kementerian LH berencana untuk meminta dokumen tersebut guna dilakukan peninjauan lebih lanjut.

Kerusakan di Pulau Manuran terlihat jelas dengan adanya kekeruhan di bibir pantai. Sebuah settling pond atau kolam pengendapan di area pertambangan dilaporkan jebol dan mencemari pantai. Menteri LH menegaskan bahwa perusahaan terkait harus bertanggung jawab atas pencemaran lingkungan yang terjadi.

PT ASP dinilai perlu meningkatkan penanganan lingkungan akibat kerusakan yang ditimbulkan oleh aktivitas pertambangan. Manajemen lingkungan yang komprehensif juga belum dimiliki oleh perusahaan ini.

"Penanganan lingkungan PT ASP perlu ditingkatkan, termasuk manajemen lingkungannya yang belum dimiliki, sehingga kondisi lingkungannya tidak terlalu baik," jelas Menteri LH.

Tim penegak hukum telah melakukan penyegelan terkait pertambangan di Pulau Manuran, mengindikasikan adanya dugaan kelalaian dalam proses penambangan.

Kritik Pedas dari Berbagai Pihak

Kegiatan pertambangan nikel di Raja Ampat juga menuai kritik pedas dari berbagai tokoh publik. Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, secara tegas menyatakan bahwa tidak boleh ada investasi yang merusak alam, terutama yang dapat mengganggu situs bersejarah di Raja Ampat.

"Kita harapkan tidak ada penambangan yang merusak keindahan alam dan ekosistem yang sangat indah di Raja Ampat," tegas Fadli Zon.

Fadli Zon menekankan pentingnya menjaga situs bersejarah dari dampak negatif pertambangan dan menyerukan pembahasan lebih lanjut mengenai kegiatan tambang tersebut.

Wakil Ketua Komisi VII DPR, Rahayu Saraswati, senada dengan kritik tersebut. Ia mendesak agar izin tambang nikel di Raja Ampat dievaluasi secara menyeluruh. Rahayu menekankan bahwa kegiatan tambang di Raja Ampat, sebagai area konservasi dan Taman Nasional, tidak boleh dianggap remeh. Ia menyoroti dampak besar yang dapat ditimbulkan oleh pertambangan terhadap ekosistem dan lingkungan.

Ketua Komisi VII DPR RI, Saleh Daulay, juga meminta pemerintah untuk segera mengecek izin usaha pertambangan (IUP) nikel di Raja Ampat yang menjadi sorotan. Ia menekankan pentingnya memastikan izin tersebut sesuai dengan peruntukannya dan masih berlaku.