Pasar Baru Jakarta: Antara Kenangan Kejayaan dan Tantangan Kemunduran

Jakarta, sebuah kota metropolitan yang terus bertransformasi, menyimpan jejak sejarah panjang dalam setiap sudutnya. Salah satu kawasan yang menjadi saksi bisu perkembangan kota ini adalah Pasar Baru, sebuah area perdagangan yang dulunya menjadi pusat aktivitas niaga yang ramai dan kini menghadapi tantangan kemunduran.

Dari kejauhan, gerbang tua bertuliskan "Batavia Passer Baroe 1820" menyambut pengunjung dengan bisu, seolah mengisahkan kejayaan masa lalu. Jalanan yang dulunya dipenuhi hiruk pikuk pedagang dan pembeli, kini tampak lengang. Hanya segelintir kendaraan dan pejalan kaki yang melintas, menambah kesan sepi dan terbengkalai.

Deretan ruko yang dulunya dipenuhi berbagai jenis usaha, kini banyak yang tutup atau menawarkan ruang untuk disewakan. Cat dinding yang memudar, pintu berkarat, dan atap yang mengelupas menjadi pemandangan umum, mencerminkan kondisi ekonomi yang sulit.

Kontras dengan bangunan tua, sebuah bangunan modern seperti H. Residence Pasar Baru Square berdiri dengan megah, menciptakan jurang pemisah antara masa kini dan masa lalu. Jalanan berlubang dan paving block yang rusak menambah kesan kumuh dan tidak terawat.

Namun, di tengah kemunduran ini, Pasar Baru tetap menyimpan pesona sejarah yang tak ternilai. Arsitektur bangunan yang memadukan gaya Tionghoa dan Eropa masih dapat dinikmati, meskipun kondisinya memprihatinkan. Sejumlah pedagang juga masih bertahan, mencoba menghidupi kembali denyut nadi perdagangan di kawasan ini.

Salah satu contohnya adalah sebuah departement store yang dulunya menjadi ikon Pasar Baru, kini hanya buka setahun sekali saat bulan Ramadhan. Kondisi ini tentu berdampak pada hilangnya lapangan pekerjaan dan penurunan pendapatan para pedagang.

Sandra, seorang petugas keamanan Pasar Baru, mengungkapkan bahwa penurunan jumlah pengunjung menjadi penyebab utama kemunduran ini. Banyak pedagang yang tidak mampu bertahan karena sepinya pembeli.

Baharu, seorang pedagang uang kuno yang telah berjualan sejak 1985, juga merasakan dampak yang signifikan. Ia mengenang masa lalu ketika departement store tersebut ramai dikunjungi karyawan dan pembeli. Kini, ia hanya bisa menyaksikan kesunyian dan bertambahnya pengangguran.

Namun, di balik kemunduran ini, masih ada harapan. Beberapa pedagang seperti Aminah, pemilik toko perlengkapan ibadah yang telah berjualan selama lebih dari 30 tahun, dan Rudi, pemilik toko sepatu kulit, tetap bertahan dengan harapan dapat menghidupi kembali Pasar Baru.

Rudi mengungkapkan kepasrahannya terhadap kondisi yang ada, namun ia tetap membuka tokonya demi membayar listrik, sewa, dan gaji karyawan. Ia berharap agar kawasan bersejarah ini tidak dibiarkan mati perlahan.

Gubernur Jakarta, Pramono Anung, menanggapi kondisi Pasar Baru dengan menjanjikan perbaikan. Ia berencana untuk membersihkan kawasan tersebut dan merevitalisasi sarana dan transportasi di sekitarnya.

"Kami sedang mengkaji untuk Pasar Baru, setelah Blok M hampir selesai, tentunya Pasar Baru sebagai salah satu simbol utama Jakarta, nanti akan kita lakukan perbaikan," ujar Pramono.

Pramono juga menekankan pentingnya Pasar Baru sebagai salah satu simbol utama Jakarta dan berjanji untuk melakukan perbaikan sarana transportasi dan keindahan di kawasan tersebut.

Langkah ini diharapkan dapat menghidupi kembali Pasar Baru dan mengembalikan kejayaannya sebagai pusat perdagangan dan destinasi wisata sejarah di Jakarta.