Lawang Sewu Bertransformasi: Dari Ikon Mistis Menjadi Lokasi Salat Idul Adha yang Damai
Seiring kumandang takbir, halaman Museum Lawang Sewu di Semarang menjadi saksi bisu pelaksanaan Salat Idul Adha 1446 Hijriah pada Jumat, 6 Juni 2025. Bangunan bersejarah yang dulunya lekat dengan kesan mistis ini, kini membuka diri sebagai ruang inklusif bagi berbagai kegiatan keagamaan.
Kehadiran umat muslim yang memadati Lawang Sewu untuk melaksanakan salat Idul Adha, menjadi penanda perubahan persepsi masyarakat terhadap bangunan cagar budaya tersebut. Setelah sebelumnya sukses menjadi lokasi Salat Idul Fitri dan Kebaktian Kenaikan Yesus Kristus, Lawang Sewu kembali membuktikan diri sebagai tempat yang ramah dan terbuka bagi semua kalangan.
Masyarakat dari berbagai penjuru Semarang dan sekitarnya, dengan khusyuk mengikuti rangkaian ibadah di bawah naungan arsitektur kolonial yang megah. Beberapa jemaah mengungkapkan kebahagiaan dan kekagumannya dapat beribadah di tempat yang sarat akan sejarah tersebut.
Keysa, seorang remaja berusia 17 tahun, awalnya berencana melaksanakan salat di Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT), namun karena kepadatan jemaah, ia dan keluarga memutuskan untuk menuju Lawang Sewu. Ia mengaku terkesan dengan suasana dan keindahan bangunan Lawang Sewu yang menambah kekhusyukan dalam beribadah. "Vibes-nya bagus," ujarnya, menggambarkan pengalamannya.
Senada dengan Keysa, Belva, seorang mahasiswi yang tinggal di sekitar Lawang Sewu, merasa terbantu dengan adanya fasilitas ibadah di lokasi tersebut. Kedekatan Lawang Sewu dengan tempat tinggalnya menjadi alasan utama ia memilih salat di sana. Ia juga mengapresiasi inovasi pemanfaatan Lawang Sewu sebagai tempat ibadah yang dinilai mampu menghapus stigma horor dan menciptakan citra yang lebih positif.
PT KAI Pariwisata Membuka Pintu Lawang Sewu untuk Semua
Anton Poniman, Vice President Optimalitation Asset PT KAI Pariwisata, menegaskan komitmen Lawang Sewu untuk menjadi ruang terbuka bagi kegiatan keagamaan dari berbagai kepercayaan. Ia berharap, keberadaan fasilitas ibadah ini dapat memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar dan Kota Semarang pada umumnya.
Lebih lanjut, Anton menyampaikan bahwa para jemaah juga dapat menikmati keindahan arsitektur Lawang Sewu dan fasilitas yang tersedia sebelum maupun sesudah melaksanakan ibadah. Hal ini diharapkan dapat memberikan pengalaman yang berkesan bagi para pengunjung.
"Silakan saja kalau dibutuhkan untuk dilaksanakan kegiatan kebersamaan. Baik umat Islam, sebelumnya juga sudah dilaksanakan kebaktian Kenaikan Isa Almasih, dan silakanlah untuk masyarakat yang beragama atau keyakinan apa pun untuk mempergunakan fasilitas yang kami punya," pungkasnya, menegaskan Lawang Sewu sebagai ruang inklusif bagi semua.
Lawang Sewu, yang dulunya dikenal karena cerita mistisnya, kini telah bertransformasi menjadi simbol toleransi dan keberagaman. Pemanfaatannya sebagai tempat ibadah, diharapkan dapat terus berlanjut dan memberikan kontribusi positif bagi masyarakat Semarang dan sekitarnya.