Gelombang PHK Picu Kekhawatiran Komnas HAM: Desakan Perlindungan Hak Pekerja Menguat
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyoroti isu Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang berpotensi melanggar hak asasi manusia (HAM). Ketua Komnas HAM, Anis Hidayah, menyampaikan keprihatinan ini saat peluncuran Kertas Kebijakan Hasil Pengamatan Situasi HAM terkait aduan PHK yang diterima Komnas HAM.
Anis Hidayah menegaskan bahwa PHK dapat menimbulkan pelanggaran HAM yang signifikan. Oleh karena itu, ia mendesak pemerintah untuk lebih memperhatikan isu ini dan memastikan kebijakan di bidang ketenagakerjaan selaras dengan prinsip-prinsip HAM. Data aduan yang diterima Komnas HAM menunjukkan peningkatan jumlah korban PHK yang mengkhawatirkan. Pada tahun 2023 dan 2024, tercatat lebih dari 3.000 pekerja menjadi korban PHK, sementara pada periode Januari hingga Maret 2025, jumlah tersebut melonjak menjadi 8.786 pekerja.
Komnas HAM menganalisis bahwa berbagai faktor menjadi penyebab peningkatan kasus PHK, termasuk globalisasi, transformasi ekonomi, upaya penyesuaian terhadap perubahan kondisi, serta krisis nasional dan internasional. Perusahaan cenderung mencari struktur bisnis yang lebih fleksibel dan efisien untuk beradaptasi dengan kondisi baru.
Berdasarkan analisis pola, PHK yang melanggar HAM seringkali dilakukan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum dan prinsip keadilan. Beberapa contoh pelanggaran tersebut antara lain:
- PHK tanpa surat peringatan
- Pembayaran upah di bawah standar minimum
- PHK tanpa perjanjian atau kontrak kerja
- Tidak memberikan pesangon yang sesuai
Anis Hidayah juga menyoroti bahwa korban PHK seringkali merupakan tulang punggung keluarga. Kondisi ini membuat mereka rentan menjadi sasaran kejahatan transnasional, termasuk perdagangan manusia dan penipuan daring (online scam) di Asia Tenggara.
Menurut Anis, fenomena PHK merupakan tantangan serius di bidang ketenagakerjaan. Konstitusi Indonesia menjamin hak setiap warga negara untuk bekerja dan mendapatkan imbalan serta perlakuan yang adil dan layak. Hak ini juga diakui dalam Undang-Undang HAM.
Tidak terpenuhinya hak atas pekerjaan dapat berdampak negatif pada pemenuhan hak-hak lainnya, seperti hak atas pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan. Oleh karena itu, Komnas HAM menekankan pentingnya menjamin hak atas pekerjaan bagi setiap warga negara dan memberikan sejumlah rekomendasi kepada berbagai pihak, termasuk pemerintah, DPR, penegak hukum, dan korporasi.
Beberapa rekomendasi utama Komnas HAM antara lain:
- Presiden menggunakan seluruh sumber daya untuk mencegah PHK dan memulihkan hak-hak pekerja yang terkena PHK.
- Presiden melakukan monitoring dan evaluasi berkala terhadap kebijakan terkait hak atas pekerjaan.
- DPR melakukan pengawasan terhadap praktik PHK untuk memastikan perlindungan hak-hak pekerja.
- Presiden dan Ketua DPR memastikan revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan berperspektif HAM.
- Menteri Ketenagakerjaan melakukan evaluasi dan perubahan kebijakan terkait prosedur PHK.
- Kapolri memastikan Desk Ketenagakerjaan berfungsi optimal dan memberikan perhatian pada laporan dugaan pemberangusan serikat pekerja.
- Korporasi menghentikan praktik PHK yang didasarkan pada keanggotaan serikat pekerja.
Komnas HAM berharap rekomendasi ini dapat ditindaklanjuti oleh pemerintah sebagai bagian dari komitmen negara untuk melindungi hak atas pekerjaan dan memberikan jaminan perlindungan bagi pekerja yang mengalami PHK.