Pertemuan Megawati dan Gibran Redakan Ketegangan Pasca-Pilpres 2024: Analisis Dinamika Politik Indonesia
Dalam lanskap politik Indonesia yang dinamis, pertemuan antara tokoh-tokoh kunci seringkali menjadi sorotan dan penanda perubahan. Baru-baru ini, interaksi antara Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, dan Wakil Presiden terpilih, Gibran Rakabuming Raka, pada upacara Hari Kesaktian Pancasila di Kementerian Luar Negeri menarik perhatian publik. Pertemuan ini memicu spekulasi tentang potensi meredanya ketegangan pasca-Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno, menyoroti sifat politik Indonesia yang cair, di mana aliansi dan persaingan dapat berubah dengan cepat. Menurutnya, momen keakraban antara Megawati dan Gibran mengindikasikan bahwa residu Pilpres 2024 secara bertahap mulai menghilang. Ia menambahkan bahwa politik di Indonesia tidak boleh terlalu emosional karena konfrontasi dan friksi politik secara perlahan mulai mereda.
Adi Prayitno menekankan bahwa apa yang terjadi antara Megawati dan Gibran adalah bukti bahwa politik kita cepat mencair dan cepat berubah. Hari ini kawan, besok bisa jadi lawan. Hari ini lawan, besok bisa jadi kawan.
Namun, Adi mengakui bahwa pertemuan Megawati dan Presiden Joko Widodo akan lebih rumit dibandingkan pertemuannya dengan Gibran. Pertemuan Megawati dan Gibran terjadi dalam forum formal, yakni upacara peringatan Hari Lahir Pancasila. Megawati hadir sebagai Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dan Gibran sebagai Wakil Presiden RI.
Hubungan antara PDI Perjuangan dan Jokowi mengalami keretakan sejak Pilpres 2024, terutama ketika Gibran Rakabuming Raka maju sebagai calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto, sementara PDI Perjuangan mengusung Ganjar Pranowo dan Mahfud MD. Dampaknya, PDI Perjuangan mengambil langkah tegas dengan memecat Jokowi, Gibran, dan Bobby Nasution dari keanggotaan partai.
- Pemecatan Jokowi dari PDI-P:
- Pemecatan Jokowi dari keanggotaan PDI-P tertuang dalam Surat Keputusan (SK) nomor 1649/KPTS/DPP/XII/2024 yang ditetapkan pada 14 Desember 2024 dan ditandatangani oleh Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri dan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P Hasto Kristiyanto.
- Jokowi dinilai telah melakukan pelanggaran berat karena melanggar Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ ART) Partai Tahun 2019 serta Kode Etik dan Disiplin Partai.
- Jokowi dianggap melawan keputusan DPP Partai terkait dukungan Calon Presiden dan Wakil Presiden pasangan Ganjar Pranowo dan Mahfud MD yang diusung oleh PDI-P pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, dan mendukung Calon Presiden dan Wakil Presiden dari partai politik lain (Koalisi Indonesia Maju).
- Jokowi juga disebut telah menyalahgunakan kekuasaan untuk mengintervensi Mahkamah Konstitusi (MK) yang menjadi awal rusaknya sistem demokrasi, sistem hukum, dan sistem moral-etika kehidupan berbangsa dan bernegara merupakan pelanggaran etik dan disiplin Partai.
Terlepas dari dinamika internal partai, pertemuan antara Megawati dan Gibran tetap menjadi sinyal penting dalam konstelasi politik Indonesia. Momen keakraban yang terekam kamera dapat diinterpretasikan sebagai upaya rekonsiliasi atau setidaknya mencairkan suasana yang sempat memanas pasca-Pilpres 2024. Namun, implikasi jangka panjang dari pertemuan ini masih perlu dilihat dalam perkembangan politik selanjutnya. Politik di Indonesia adalah panggung yang penuh kejutan, dan setiap interaksi antar tokoh memiliki potensi untuk mengubah arah narasi politik nasional.