Kejagung Usut Keterlibatan Direktur Utama Sritex dalam Kasus Kredit Macet

Kejaksaan Agung (Kejagung) terus mendalami dugaan keterlibatan Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), Iwan Kurniawan Lukminto (IKL), dalam proses pengajuan kredit yang berujung pada kredit macet senilai Rp 3,58 triliun. Kredit macet ini melibatkan sejumlah bank daerah dan bank pemerintah.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, mengungkapkan bahwa pemeriksaan terhadap Iwan Kurniawan bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan dan peran yang bersangkutan dalam proses pengajuan kredit tersebut. Iwan Kurniawan, sebelum menjabat sebagai direktur utama, pernah menduduki posisi wakil direktur utama Sritex pada periode 2014-2023.

"Bagaimana pengetahuan yang bersangkutan terhadap perkara ini dan peran dari tiga orang tersangka termasuk peran yang bersangkutan dalam kapasitas sebagai wakil direktur utama," ujar Harli Siregar.

Saat ini, Iwan Setiawan Lukminto, yang sebelumnya menjabat sebagai direktur utama Sritex, telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemberian kredit ini. Penyidik Kejagung fokus pada beberapa aspek selama pemeriksaan Iwan Kurniawan, termasuk:

  • Ketaatan terhadap prosedur dan mekanisme pengajuan kredit.
  • Pengetahuan tentang pengelolaan perusahaan.
  • Pengetahuan tentang pengelolaan kredit yang diberikan pada tahun 2020.
  • Kemungkinan adanya peran dalam pemufakatan jahat dengan tersangka lain.

Harli Siregar menambahkan bahwa penyidik akan memfokuskan diri pada pengetahuan Iwan Kurniawan terkait perbuatan yang dilakukan oleh tiga tersangka lainnya, terutama mantan direktur utama yang kini telah ditahan. Pemeriksaan terhadap Iwan Kurniawan telah dilakukan pada Senin, 2 Juni 2025.

Sejauh ini, Kejagung telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus korupsi pemberian kredit ini, termasuk Iwan Setiawan Lukminto, Komisaris Utama Sritex, serta dua pihak dari bank, yaitu BJB dan Bank DKI.

Pinjaman dari BJB dan Bank DKI mencapai Rp 692 miliar dan telah ditetapkan sebagai kerugian keuangan negara akibat macetnya pembayaran. Sritex sendiri telah dinyatakan pailit sejak Oktober 2024 dan tidak mampu melakukan pembayaran. Namun, berdasarkan konstruksi kasus, total kredit macet Sritex mencapai Rp 3,58 triliun, yang berasal dari berbagai bank daerah dan bank pemerintah.

Beberapa bank lain yang terlibat dalam pemberian kredit kepada Sritex antara lain:

  • Bank Jateng: Rp 395.663.215.800
  • Himbara (Bank BNI, Bank BRI, dan LPEI): Rp 2,5 triliun

Saat ini, status Bank Jateng dan Himbara masih sebagai saksi, berbeda dengan BJB dan Bank DKI yang telah ditemukan adanya indikasi tindakan melawan hukum.

Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Mereka ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari untuk kepentingan penyidikan.