Sengketa Lahan Atalarik Syach Berlanjut: Tim Hukum Baru Pelajari Dokumen, Dugaan Mafia Tanah Jadi Sorotan
Aktor Atalarik Syach terus berjuang dalam sengketa lahan yang melibatkan pihak bernama Dede Tasno, sebuah permasalahan hukum yang telah berlangsung sejak 2015. Perseteruan ini memasuki babak baru dengan tim kuasa hukum yang baru ditunjuk, yang kini tengah mempelajari secara mendalam seluk-beluk perkara tersebut.
Sengketa ini bermula dari klaim Atalarik atas lahan yang ia nyatakan telah dibeli secara sah sejak tahun 2000. Namun, keputusan Pengadilan Negeri Cibinong menyatakan bahwa pembelian tersebut tidak sah secara hukum. Putusan ini menjadi dasar dari proses hukum yang panjang dan berliku, melibatkan berbagai tingkatan peradilan.
Sofyan, kuasa hukum Atalarik saat ini, menjelaskan bahwa timnya sedang fokus pada penelaahan dokumen-dokumen perkara yang telah melalui proses hukum yang kompleks. Proses ini mencakup pengajuan banding, kasasi, hingga Peninjauan Kembali (PK). Kompleksitas perkara ini membuat Sofyan berhati-hati dalam memberikan pernyataan atau kesimpulan terkait dugaan keterlibatan mafia tanah.
"Kami masih dalam tahap mempelajari berkas-berkas perkara. Sebagai kuasa hukum yang baru ditunjuk, kami tidak bisa gegabah mengambil kesimpulan. Perkara ini sudah berjalan sejak 2015, dengan berbagai tahapan persidangan hingga eksekusi yang dilakukan baru-baru ini. Oleh karena itu, pemahaman yang mendalam sangat diperlukan," ujar Sofyan di Pengadilan Negeri Cibinong, Bogor, pada Senin, 2 Juni 2025.
Meski demikian, Sofyan menegaskan bahwa pihaknya tidak akan tinggal diam jika ditemukan indikasi keterlibatan mafia tanah dalam sengketa ini. "Jika memang ada unsur mafia, tentu kami akan melakukan upaya hukum yang diperlukan. Namun, jika tidak ada, kami akan menyerahkan keputusan sepenuhnya kepada Bapak Atalarik," imbuhnya.
Menanggapi persidangan lanjutan yang dijadwalkan pada 4 Juni antara Atalarik dan PT Sapta, Sofyan menyatakan belum dapat memberikan keterangan lebih lanjut. Ia menjelaskan bahwa persidangan tersebut masih terkait dengan kuasa hukum Atalarik sebelumnya, sehingga timnya perlu melakukan koordinasi dan pemahaman yang lebih komprehensif.
"Untuk persidangan tanggal 4, masih ada sangkut pautnya dengan kuasa hukum Bapak Atalarik sebelumnya. Sebagai tim kuasa hukum yang baru, kami perlu berkoordinasi dan memahami duduk perkaranya sebelum memberikan pernyataan," jelas Sofyan.
Eksekusi lahan sengketa pada 16 Mei 2025 lalu menjadi sorotan. Atalarik menyatakan kekecewaannya karena proses eksekusi dilakukan saat proses hukum masih berjalan. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai kepastian hukum dan keadilan dalam proses penyelesaian sengketa.
"Kami sangat menyayangkan bahwa eksekusi dilakukan saat masih ada gugatan terkait objek yang sama," pungkas Sofyan. Kasus ini menjadi perhatian publik dan menyoroti kompleksitas sengketa lahan serta pentingnya kehati-hatian dalam proses hukum.