Kasus Dugaan Pelecehan Anak Berkebutuhan Khusus Terungkap di Tangerang Selatan: Keluarga Ungkap Trauma Korban
Kasus Dugaan Pelecehan Anak Berkebutuhan Khusus Terungkap di Tangerang Selatan: Keluarga Ungkap Trauma Korban
Sebuah kasus dugaan pelecehan seksual terhadap seorang remaja putri berkebutuhan khusus menggemparkan Kota Tangerang Selatan. Korban, seorang siswi berusia 17 tahun dengan Autism Spectrum Disorder (ASD) berinisial HP, diduga menjadi korban tindakan tidak senonoh di sebuah sekolah khusus. Kasus ini terungkap setelah keluarga korban menyadari perubahan perilaku yang mencurigakan pada HP.
Kecurigaan bermula ketika HP menunjukkan perilaku yang tidak lazim sejak akhir tahun 2024. Menurut juru bicara keluarga, Muhammad Cahyadi, korban tiba-tiba menunjukkan gestur yang tidak biasa, seperti menyentuh bagian tubuh ibunya secara tiba-tiba. Hal ini membuat sang ibu curiga dan berusaha mencari tahu penyebab perubahan tersebut.
Komunikasi Keluarga Membuka Tabir
Menghadapi keterbatasan komunikasi yang dialami HP, ibunya menggunakan pendekatan khusus untuk menggali informasi. Ia menyebutkan satu per satu nama guru di sekolah HP. Reaksi HP berubah drastis ketika nama seorang guru laki-laki disebut. Korban secara spontan menyebut guru tersebut dengan kata-kata yang menunjukkan ketakutan dan penolakan.
"Korban langsung mengatakan 'Itu jahat, itu jahat, itu jahat'. Lalu ibu korban bertanya dengan kalimat, 'Apakah kamu dipocah-pocah oleh X?' Anak menjawab, 'Iya'," ungkap Cahyadi. Istilah "pocah-pocah" merupakan kode yang digunakan keluarga untuk merujuk pada tindakan fisik yang tidak pantas, seperti meremas atau menyentuh bagian tubuh tertentu.
Laporan dan Visum Menguatkan Dugaan
Setelah mendengar pengakuan HP, keluarga segera bertindak dengan melaporkan kasus ini ke berbagai lembaga terkait, termasuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Komisi Nasional Disabilitas (KND), dan Unit Pelayanan Terpadu Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Tangerang Selatan. Mereka juga membuat laporan resmi ke Polres Tangerang Selatan pada tanggal 18 Maret 2025.
Laporan tersebut ditindaklanjuti dengan visum di RSUD Serpong. Hasil visum menunjukkan adanya luka fisik yang menguatkan dugaan terjadinya kekerasan seksual. "Ditemukan robekan di area vagina korban pada arah jam 1 dan jam 4, serta memar pada payudara kanan. Indikasi kuat adanya tekanan atau peremasan. Namun karena sudah dua minggu sejak kejadian, warnanya mulai memudar," jelas Cahyadi.
Bukti visum tersebut telah diserahkan kepada pihak kepolisian dan menjadi bagian dari penyelidikan bersama dengan hasil pemeriksaan psikologi forensik.
Respons Sekolah Dipertanyakan
Keluarga korban menyayangkan respons lambat dari pihak sekolah tempat HP belajar. Menurut Cahyadi, sekolah baru memberikan respons sekitar seminggu setelah laporan masuk, dan itupun bukan dalam bentuk pertemuan formal untuk membahas penyelesaian masalah.
Kuasa hukum korban, Argus Sagittayama, menambahkan bahwa hingga saat ini belum ada komunikasi formal dari pihak sekolah, meskipun mereka telah diarahkan untuk menghubungi pengacara korban. Pihak korban juga telah melaporkan kejadian ini secara resmi ke Polres Tangerang Selatan dengan nomor laporan TBL/B/583/11/2025/SPKT/POLRES TANGERANG SELATAN POLDA METRO JAYA pada tanggal 18 Maret 2025.
Polisi baru melakukan pemeriksaan terhadap pihak terlapor sebagai saksi pada tanggal 22 Mei 2025, setelah melalui proses yang panjang.
Kasus ini masih dalam proses penyelidikan oleh pihak kepolisian. Keluarga korban berharap agar pelaku segera ditangkap dan diadili sesuai dengan hukum yang berlaku, serta mendapatkan keadilan bagi HP yang mengalami trauma mendalam akibat kejadian ini.