Polemik Sumbangan di SMAN 2 Mejayan: Orang Tua Mengeluh, Sekolah Berdalih Kesepakatan

Sejumlah orang tua siswa di SMAN 2 Mejayan, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, menyampaikan keluhan terkait sumbangan yang dinilai memberatkan. Nominal yang diminta bervariasi, mulai dari Rp 500.000 hingga Rp 1.500.000 per siswa. Para orang tua merasa keberatan karena besaran sumbangan ditentukan secara sepihak, meskipun melalui rapat dengan Komite Sekolah.

Ketiga orang tua murid yang enggan disebutkan namanya karena khawatir akan berdampak pada anak mereka, mengungkapkan bahwa pungutan berkedok sumbangan ini bermula dari undangan Komite SMAN 2 Mejayan pada pertengahan tahun lalu. Dalam pertemuan tersebut, orang tua murid mendapatkan penjelasan mengenai rencana pembangunan masjid dan perbaikan lapangan sekolah. Kemudian, diputuskan besaran sumbangan yang menurut mereka sepihak, yakni Rp 1.500.000 untuk kelas X, Rp 750.000 untuk kelas XI, dan Rp 500.000 untuk kelas XII.

Salah satu orang tua murid bahkan mengaku sempat menawar agar sumbangan untuk kelas X diturunkan menjadi Rp 500.000, namun tidak diindahkan. Selain itu, banyak orang tua yang sudah membayar sumbangan tetapi tidak menerima bukti pembayaran. Ketika menghubungi pihak komite untuk menyampaikan keberatan, mereka justru diminta membuat Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dari pemerintah desa/kelurahan. Bahkan, dengan SKTM pun, mereka tetap dibebani membayar Rp 750.000, padahal seharusnya bebas dari sumbangan.

Senada dengan keluhan tersebut, orang tua murid lainnya menyatakan bahwa sebagian besar wali murid sebenarnya keberatan dengan sumbangan ini, namun memilih untuk diam karena takut anaknya mendapat intimidasi dari pihak sekolah. Mereka merasa tidak mampu, namun tidak berani bersuara karena khawatir akan berdampak negatif pada pendidikan anak mereka.

Uang sumbangan tersebut, menurut informasi yang diperoleh, digunakan untuk berbagai keperluan, termasuk membayar kekurangan gaji guru dan pegawai tidak tetap, kegiatan kesiswaan, kurikulum, humas, rapat pleno wali murid, sewa kursi, serta kelanjutan pembangunan tahap kedua dan pembangunan masjid tahap satu. Total dana yang dibebankan kepada wali murid mencapai Rp 955 juta. Bahkan, ada laporan mengenai siswa yang diancam tidak akan mendapatkan nomor ujian jika tidak membayar sumbangan. Hal ini memicu pertanyaan mengenai komitmen Pemerintah Provinsi Jawa Timur yang melarang sekolah memungut biaya pendidikan dari orang tua siswa, mengingat negara sudah memberikan biaya operasional bagi SMA/SMK negeri.

Menanggapi keluhan tersebut, Wakil Kepala Sekolah SMAN 2 Mejayan, Teofilus Banu Dwi S., menyatakan bahwa sumbangan tersebut diberlakukan atas dasar kesediaan orang tua murid. Bagi yang tidak mampu, tidak diwajibkan membayar, asalkan menunjukkan SKTM dari kelurahan atau desa. Ia juga membantah adanya ancaman siswa tidak bisa ikut ujian jika tidak membayar sumbangan. Menurutnya, tidak ada hubungan antara pembayaran sumbangan dengan pelaksanaan ujian sekolah.

Teofilus membenarkan bahwa sekolah membutuhkan anggaran sebesar Rp 955 juta untuk pembangunan masjid dan pembayaran gaji guru tidak tetap. Ia menjelaskan bahwa SMAN 2 Mejayan belum memiliki masjid dan lapangan, serta kekurangan tenaga guru karena banyak guru PNS yang pensiun dan tidak ada penambahan guru P3K dari pemerintah. Pengadaan guru tidak tetap dilakukan melalui mekanisme komite untuk menyelamatkan kegiatan belajar mengajar, karena dana BOS tidak dapat digunakan untuk membayar gaji guru tidak tetap.

Berikut rincian penggunaan dana sumbangan yang disampaikan:

  • Kekurangan gaji guru tidak tetap (GTT) dan pegawai tidak tetap: Rp 217 juta
  • Kegiatan kesiswaan: Rp 45 juta
  • Kegiatan kurikulum: Rp 30 juta
  • Kegiatan humas: Rp 10 juta
  • Kegiatan rapat pleno wali murid: Rp 19,3 juta
  • Sewa kursi: Rp 1,3 juta
  • Lanjutan pembangunan tahap kedua: Rp 180 juta
  • Pembangunan masjid tahap satu: Rp 452 juta

Total: Rp 955 juta