Agresivitas Harga Mobil China Mengkhawatirkan, Potensi Guncang Industri Otomotif Global

Perang Harga Mobil China: Ancaman Stabilitas Industri Otomotif

Kabar kurang sedap datang dari industri otomotif Tiongkok. Agresivitas perang harga yang dipicu oleh pemangkasan harga sejumlah model kendaraan oleh BYD, memicu kekhawatiran mendalam tentang stabilitas pasar dan kesehatan industri secara keseluruhan. Langkah ini tak ayal membuat saham sejumlah perusahaan otomotif terkemuka anjlok, mengindikasikan sentimen negatif dari para investor.

Model BYD Seagull, misalnya, kini dibanderol dengan harga yang sangat kompetitif, yakni 55.800 yuan atau sekitar Rp 125 juta. Padahal, sebelumnya harga mobil ini hampir mencapai Rp 140 juta. Diskon besar-besaran ini tidak hanya berlaku untuk Seagull, tetapi juga untuk lebih dari selusin model lainnya. Kondisi ini sontak memicu reaksi keras dari para pelaku industri otomotif.

Tu Le, Managing Director Sino Auto Insights, menilai bahwa langkah yang diambil BYD ini menandakan persaingan yang sudah mencapai titik didih. Lebih lanjut, Tu Le memperingatkan bahwa kondisi ini bisa menjadi awal dari efek domino yang akan menekan perusahaan-perusahaan otomotif yang lebih lemah, terutama startup seperti Neta dan Polestar yang kondisi finansialnya kurang stabil.

Kekhawatiran ini tidak hanya dirasakan oleh investor, tetapi juga oleh para petinggi industri. Wei Jianjun, Chairman Great Wall Motors, secara terbuka menyatakan keprihatinannya tentang kondisi industri otomotif China yang tidak sehat. Ia menyoroti tekanan harga yang terus-menerus menggerus margin keuntungan para produsen dan pemasok.

Wei Jianjun bahkan menganalogikan situasi ini dengan kondisi yang dialami oleh Evergrande di industri properti, di mana potensi keruntuhan selalu membayangi. Selain itu, otoritas perdagangan Tiongkok juga dilaporkan tengah melakukan investigasi terhadap praktik penjualan mobil 'bekas baru'. Praktik ini diduga dilakukan oleh dealer dan produsen untuk memenuhi target penjualan yang agresif. Mobil 'bekas baru' adalah mobil tanpa kilometer tempuh, tetapi dijual sebagai unit second.

Kondisi pasar yang kurang kondusif ini tercermin dari kinerja saham sejumlah perusahaan otomotif. Saham BYD di bursa Hong Kong anjlok 8,6 persen, sementara saham Geely Auto turun 9,5 persen. Nio dan Leapmotor juga mengalami penurunan yang signifikan, masing-masing antara 3 persen hingga 8,5 persen. Membanjirnya startup kendaraan listrik dalam satu dekade terakhir semakin memperketat persaingan di pasar otomotif China. Data dari Jato Dynamics menunjukkan bahwa dari 169 produsen mobil yang aktif saat ini, lebih dari setengahnya hanya menguasai kurang dari 0,1 persen pangsa pasar.

Situasi ini mengingatkan pada sejarah industri otomotif Amerika Serikat pada awal abad ke-20, ketika ratusan produsen bersaing ketat untuk merebut pasar. Pada akhirnya, hanya beberapa pemain besar yang mampu bertahan, seperti Ford. Menurut Tu Le, perang harga di China sebenarnya sudah berlangsung selama sekitar tiga tahun. Fitur-fitur canggih yang dulunya menjadi nilai jual utama, seperti driver assistance system, kini justru dijadikan fitur standar dalam harga dasar.

Seorang pejabat pemerintah China juga mengungkapkan keprihatinannya tentang persaingan yang ekstrem ini. Ia mengatakan bahwa beberapa produsen menjual mobil di bawah harga pokok produksi, yang merusak ekosistem industri secara keseluruhan. Wei Jianjun mencontohkan bagaimana harga beberapa produk telah dipangkas dari 220.000 yuan menjadi 120.000 yuan dalam beberapa tahun terakhir. Ia mempertanyakan bagaimana produk industri dapat dipangkas harganya hingga 100.000 yuan dan tetap memiliki jaminan kualitas.

Michael Dunne, seorang konsultan otomotif China, mengakui bahwa konsolidasi pasar sudah lama diprediksi. Namun, kenyataannya industri ini justru terus berkembang. Ia menambahkan bahwa untuk setiap perusahaan yang tumbang, selalu ada pemain baru seperti Xiaomi atau Huawei yang siap memasuki arena persaingan.

Kondisi ini menciptakan ketidakpastian dan tantangan besar bagi industri otomotif China. Agresivitas perang harga, persaingan yang ketat, dan potensi praktik penjualan ilegal menjadi ancaman serius bagi stabilitas dan keberlanjutan industri ini.