Studi CELIOS: Mayoritas Pekerja di Indonesia Terima Upah di Bawah Standar UMP
Sebuah studi terbaru yang dilakukan oleh Center of Economic and Law Studies (CELIOS) mengungkapkan bahwa mayoritas pekerja di Indonesia menerima upah di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP). Temuan ini menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir, menimbulkan kekhawatiran tentang kesejahteraan pekerja dan efektivitas kebijakan upah minimum.
Dalam laporan yang dirilis, CELIOS menemukan bahwa pada tahun 2024, sekitar 84% pekerja di Indonesia dibayar di bawah UMP. Angka ini melonjak tajam dibandingkan dengan tahun 2021, di mana persentase pekerja dengan upah di bawah UMP adalah 63%. Berdasarkan data yang diolah dari Badan Pusat Statistik (BPS), CELIOS memperkirakan bahwa terdapat sekitar 109 juta pekerja di Indonesia yang menerima upah di bawah standar UMP pada tahun 2024. Pada tahun 2021, jumlah ini adalah sekitar 83 juta pekerja.
Peneliti CELIOS, Bara, menjelaskan bahwa peningkatan proporsi pekerja yang menerima upah di bawah UMP menunjukkan adanya masalah struktural dalam pasar tenaga kerja Indonesia. Faktor-faktor seperti pertumbuhan ekonomi yang tidak merata, dominasi sektor informal, dan lemahnya penegakan hukum terkait upah minimum diduga menjadi penyebab utama.
Selain itu, CELIOS menyoroti bahwa data pengangguran yang dirilis oleh pemerintah mungkin tidak sepenuhnya mencerminkan kondisi riil di lapangan. Data pekerja di sektor informal seringkali tidak terhitung, dan informasi penting yang relevan untuk perumusan kebijakan tidak selalu tersedia untuk publik. Hal ini dapat menghambat upaya pemerintah dalam mengatasi masalah pengangguran dan meningkatkan kesejahteraan pekerja.
Menanggapi temuan ini, CELIOS merekomendasikan agar pemerintah melakukan evaluasi terhadap metode pengukuran kemiskinan yang saat ini digunakan. CELIOS berpendapat bahwa pendekatan yang digunakan BPS saat ini, yang berfokus pada garis kemiskinan berbasis kecukupan kalori dan indikator kesejahteraan berbasis pengeluaran, tidak lagi relevan untuk menangkap kompleksitas kemiskinan di era modern.
Direktur Kebijakan Publik CELIOS, Media Wahyudi Askar, menjelaskan bahwa metode pengukuran kemiskinan yang ada gagal memperhitungkan faktor-faktor seperti beban utang, ketimpangan akses layanan publik, dan tekanan finansial yang dihadapi oleh rumah tangga kelas menengah. Akibatnya, banyak keluarga yang sebenarnya berada dalam kondisi rentan secara ekonomi tidak terdata sebagai miskin.
CELIOS mengusulkan agar pemerintah mengadopsi pendekatan berbasis pendapatan yang dapat dibelanjakan (disposable income) setelah kebutuhan pokok dan kewajiban dasar terpenuhi. Pendekatan ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih akurat tentang kondisi ekonomi masyarakat dan membantu pemerintah dalam merumuskan kebijakan yang lebih efektif untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan pekerja.
Berikut adalah beberapa poin penting yang menjadi perhatian CELIOS:
- Peningkatan signifikan pekerja dengan upah di bawah UMP.
- Keterbatasan data pengangguran yang ada.
- Ketidakrelevanan metode pengukuran kemiskinan saat ini.
- Pentingnya pendekatan berbasis pendapatan yang dapat dibelanjakan.