Strategi Baru Kemenag: Murur dan Tanazul untuk Kelancaran Ibadah Haji 2025 di Mina
Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI) tengah mempersiapkan strategi inovatif untuk mengatasi potensi kepadatan jemaah di Mina pada musim haji 1446 Hijriah atau 2025 mendatang. Dua skema utama yang akan diterapkan adalah Murur dan Tanazul, keduanya dirancang untuk mengoptimalkan kelancaran pergerakan jemaah dan mengurangi risiko penumpukan di area-area krusial.
Musytasyar Dini Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi, KH M Ulinnuha, menjelaskan bahwa penerapan kedua skema ini didasari oleh pertimbangan hukum syariah yang mendalam. "Selain Murur, PPIH juga akan menerapkan skema Tanazul untuk mengurai kepadatan di Mina. Kedua skema ini dibolehkan dalam fikih haji, dan pelaksanaan ibadah tetap sah," tegas Ulinnuha.
Murur: Transit Cepat di Muzdalifah
Murur, secara sederhana, adalah mekanisme pergerakan jemaah haji dari Arafah menuju Mina dengan menggunakan bus yang hanya melintasi Muzdalifah tanpa berhenti atau menurunkan penumpang. Dengan kata lain, jemaah langsung melanjutkan perjalanan ke Mina untuk melaksanakan ritual lempar jumrah dan mabit (bermalam).
Secara tradisional, mabit di Muzdalifah dianggap sebagai bagian dari wajib haji. Namun, dalam kondisi tertentu, seperti keterbatasan fisik, usia lanjut, atau alasan syar'i lainnya, jemaah diperbolehkan untuk tidak bermalam di Muzdalifah. Menurut Ulinnuha, preseden ini memiliki dasar historis yang kuat. "Dalam riwayat sahih, sejumlah sahabat yang bertugas memberi makan, menggembala, atau kaum perempuan yang khawatir mengalami haid lebih awal, diberi izin oleh Nabi Muhammad SAW untuk tidak mabit di Muzdalifah," jelasnya.
Lebih lanjut, Ulinnuha menambahkan bahwa menurut Mazhab Hanafi, mabit di Muzdalifah hukumnya sunnah. Oleh karena itu, penerapan Murur dianggap sah dan tidak mempengaruhi validitas ibadah haji jemaah. Mereka yang mengikuti skema ini tidak dikenakan dam (denda).
Tanazul: Kembali Lebih Awal ke Mekkah
Setelah melaksanakan mabit di Muzdalifah dan Mina, jemaah haji umumnya akan melanjutkan aktivitas ibadah mereka di Mina. Namun, dalam skema Tanazul, PPIH menawarkan opsi bagi jemaah untuk kembali lebih awal ke hotel mereka di Mekkah setelah menyelesaikan lempar jumrah aqabah. Langkah ini bertujuan untuk mengurangi kepadatan di tenda-tenda Mina dan memberikan kenyamanan yang lebih baik bagi jemaah.
Seperti halnya Murur, Tanazul juga didasarkan pada pandangan Mazhab Hanafi yang menganggap mabit di Mina sebagai sunnah. Dengan demikian, jemaah yang memilih untuk langsung kembali ke hotel tidak dikenakan dam dan ibadah haji mereka tetap sah.
Implementasi Tanazul akan melibatkan sekitar 30.000 jemaah, terutama yang berasal dari sektor Syisyah dan Raudhah. Mereka yang telah melaksanakan lempar jumrah pada tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah tidak perlu kembali ke tenda di Mina, melainkan dapat langsung kembali ke hotel masing-masing.
Dengan penerapan skema Murur dan Tanazul, Kemenag RI berharap dapat menciptakan lingkungan ibadah haji yang lebih aman, nyaman, dan lancar bagi seluruh jemaah Indonesia pada tahun 2025.