Ramadhan di Samarinda: Wadai Beceper dan Kuliner Tradisional Ramaikan Pasar Takjil
Ramadhan di Samarinda: Wadai Beceper dan Kuliner Tradisional Ramaikan Pasar Takjil
Kota Samarinda, Kalimantan Timur, menyambut bulan suci Ramadhan dengan semaraknya aktivitas berburu takjil. Berbagai pasar Ramadhan di penjuru kota dipadati warga yang antusias mencari aneka penganan untuk berbuka puasa. Tradisi ini, yang tak hanya digemari umat Muslim namun juga warga non-Muslim, menawarkan kekayaan kuliner khas Ramadhan yang menggugah selera. Di antara beragam pilihan, wadai beceper, sebuah kue tradisional Banjar, muncul sebagai salah satu primadona yang paling banyak dicari.
Wadai beceper, yang dalam bahasa Banjar berarti 'kue ceper', merupakan kue yang dipanggang dalam cetakan bundar atau persegi yang terbuat dari lempengan besi atau seng tipis. Ukurannya bervariasi, dengan diameter mulai dari sekitar 50 sentimeter hingga ukuran yang lebih kecil. Keunikan wadai beceper terletak pada ragam variasinya. Dari mulai Amparan Tatak dan Bingka Kentang yang gurih, hingga Bingka Telur, Sari Muka, Sari Pengantin, Kararaban, Kue Lapis, Lapis India, dan Agar-agar Gula Merah yang manis. Keberagaman ini menawarkan pilihan yang luas bagi para penikmat kuliner. Selain wadai beceper, pilihan lain seperti bolu peca dan kolak pisang juga menjadi favorit di meja berbuka puasa.
Aisyah (30), salah satu pengunjung pasar Ramadhan di kawasan Sungai Dama, mengungkapkan kebiasaannya membeli aneka kue tradisional untuk berbuka. "Seringnya saya beli agar-agar gula merah," ujarnya. "Kadang juga Amparan Tatak atau Sari Muka. Pokoknya yang manis-manis. Orangtua saya suka yang seperti itu buat buka puasa." Minuman manis memang menjadi pilihan utama yang dinikmati bersama keluarga.
Namun, tak hanya hidangan manis yang laris manis diburu. Aneka gorengan, meskipun tren mengurangi konsumsi minyak tengah meningkat, tetap menjadi pilihan pendamping yang tak tergantikan. Risol, tahu isi, tahu bakso, bakwan sayur, bakwan jagung, martabak telur, pastel, tempe mendoan, dan lumpia menjadi beberapa contoh gorengan yang diburu pembeli. Siti (42), pedagang takjil di pasar Ramadhan Jalan AW Syahranie, menyatakan bahwa omzet penjualannya meningkat signifikan selama Ramadhan. "Biasanya sehari bisa jual seratusan potong wadai, belum lagi gorengan. Kalau Ramadhan begini, alhamdulillah selalu habis," tuturnya. Ia menambahkan bahwa banyak pelanggan yang sengaja mencari wadai beceper karena cita rasa khasnya yang sulit ditemukan di luar bulan Ramadhan.
Menariknya, pasar Ramadhan di Samarinda juga menjadi tempat berkumpulnya berbagai latar belakang etnis dan agama. Benny (28), seorang pembeli non-Muslim, mengungkapkan kegemarannya membeli takjil setiap tahun. "Saya suka kue tradisional seperti amparan tatak atau kue beceper. Rasanya itu unik, beda sama yang lain. Kalau orang etnis Cina, rata-rata suka makan beginian," katanya. Hal ini menunjukkan bahwa pasar Ramadhan di Samarinda tidak hanya menjadi tempat beribadah, tetapi juga wadah percampuran budaya dan kuliner yang kaya. Kemeriahan pasar takjil ini memperkaya tradisi masyarakat Samarinda selama bulan Ramadhan, menawarkan perpaduan unik antara ibadah dan keberagaman kuliner yang lezat.