WALHI Jambi Adukan Dugaan Pelanggaran Lingkungan Tiga Perusahaan ke Polda Terkait Rekayasa Tata Air

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jambi telah mengambil langkah hukum dengan melaporkan tiga perusahaan pengembang properti ke Polda Jambi. Laporan ini diajukan terkait dugaan tindak pidana yang mengakibatkan kerusakan lingkungan, khususnya terkait rekayasa daerah resapan air yang dituding menjadi penyebab utama banjir berulang di Kota Jambi.

Ketiga perusahaan yang dilaporkan adalah pengembang Jambi Town Square (Jamtos), Jambi Business Center (JBC), dan Perumahan Roma Estate. WALHI Jambi menuding perusahaan-perusahaan ini telah melanggar ketentuan tata ruang dan lingkungan hidup yang berlaku, dengan melakukan rekayasa tata air yang berdampak buruk bagi lingkungan dan masyarakat.

Direktur WALHI Jambi, Oscar Anugrah, menjelaskan bahwa tindakan rekayasa resapan air yang dilakukan oleh Jamtos, dengan mengubah badan Sungai Kambang menjadi saluran tertutup atau gorong-gorong, telah menghilangkan fungsi alami sungai sebagai daerah resapan air. Akibatnya, limpasan air hujan tidak dapat terserap dengan baik dan memicu banjir di wilayah sekitarnya.

"Dari kajian yang kami lakukan dengan menumpang susun citra historis Google Earth, terlihat jelas bahwa wilayah Jamtos dulunya merupakan kawasan hutan dan sempadan sungai alami. Penghilangan daerah resapan air ini jelas menjadi penyebab utama banjir yang sering terjadi," tegas Oscar.

Selain Jamtos, Perumahan Roma Estate juga dituding melakukan pelanggaran dengan mengubah alur sungai di bagian hulu. WALHI Jambi menilai perubahan alur sungai ini berpotensi meningkatkan risiko bencana hidrologi, karena sungai memiliki fungsi penting dalam menjaga kestabilan ekologis daerah perkotaan. Hilangnya daerah resapan air di kawasan hilir dan perubahan alur sungai di kawasan hulu, dinilai WALHI sebagai kombinasi yang memperparah potensi banjir di Kota Jambi.

WALHI Jambi mendasarkan laporannya pada dugaan pelanggaran terhadap sejumlah peraturan perundang-undangan, termasuk:

  • UU No. 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air
  • UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
  • Peraturan daerah terkait tata ruang lainnya.

Oscar menegaskan bahwa WALHI Jambi tidak menolak pembangunan, namun pembangunan harus dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. Ia berharap pihak kepolisian dapat segera menindaklanjuti laporan ini dan melakukan pemeriksaan terhadap pihak-pihak yang bertanggung jawab, termasuk pemerintah daerah yang memberikan izin pembangunan.

Sementara itu, Komisaris Jambi Bisnis Center, Syahrasaddin, menyatakan komitmen perusahaannya untuk memastikan bahwa aktivitas pembangunan yang mereka lakukan tidak berdampak negatif terhadap lingkungan dan masyarakat. Ia mengatakan bahwa Amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) perusahaan sedang direvisi dan meminta waktu untuk melakukan perbaikan agar tidak menimbulkan gangguan lingkungan.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Jambi, Ardi, menjelaskan bahwa seluruh perusahaan yang dilaporkan sebenarnya telah memiliki dokumen Amdal, namun penerapannya belum optimal. Ia menekankan pentingnya bagi perusahaan untuk meminimalkan dampak pembangunan agar masyarakat di sekitarnya merasa aman, terutama dari ancaman banjir.

Pakar hidrologi dari Universitas Jambi, Aswandi, menyoroti pentingnya kajian komprehensif dalam rekayasa resapan air kota untuk mencegah terjadinya luapan air dan banjir. Ia mengingatkan bahwa sistem drainase kota yang ada saat ini tidak mampu menampung limpasan air dari permukiman dan curah hujan yang tinggi. Oleh karena itu, diperlukan perencanaan tata kelola air yang lebih baik dan terintegrasi di Kota Jambi.

Aswandi juga mengkritik penerapan dokumen Amdal oleh JBC dan Jamtos yang dinilai belum optimal. Ia menyarankan agar perusahaan-perusahaan tersebut membangun sumur resapan untuk menampung air dari atap gedung. Ia juga mendesak pemerintah kota untuk memiliki rencana tata kelola air yang terintegrasi untuk mengatasi permasalahan banjir di masa depan.