Instruksi Presiden Picu Ancaman PHK di Sektor Perhotelan Yogyakarta dan Solo

Instruksi Presiden Picu Ancaman PHK di Sektor Perhotelan Yogyakarta dan Solo

Industri perhotelan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Solo tengah menghadapi tantangan berat akibat dampak dari Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang efisiensi anggaran pemerintah. Kebijakan efisiensi ini telah memaksa sejumlah hotel di Yogyakarta untuk menerapkan kembali strategi yang diterapkan selama pandemi Covid-19, yaitu dengan mengurangi jam kerja karyawan. Langkah ini diambil sebagai upaya bertahan di tengah penurunan pendapatan yang signifikan. Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY, Deddy Pranowo Eryono, mengungkapkan bahwa beberapa hotel telah mulai mengurangi jam kerja karyawan sebagai bentuk adaptasi dan efisiensi biaya operasional.

"Pengurangan jam kerja ini merupakan langkah terpaksa yang kami ambil sebagai respons terhadap Inpres Nomor 1/2025," ujar Deddy. "Ini merupakan upaya agar kami dapat tetap bertahan di tengah kondisi ekonomi yang sulit." Ia menambahkan bahwa langkah ini serupa dengan strategi yang diterapkan selama masa pandemi Covid-19, di mana pengurangan operasional menjadi salah satu cara untuk tetap bertahan. Namun, Deddy memperingatkan bahwa jika kondisi ini berlanjut tanpa adanya perubahan kebijakan pemerintah, ancaman Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) bagi karyawan sektor perhotelan di DIY akan semakin besar.

Lebih lanjut, Deddy menjelaskan bahwa selain dampak Inpres, larangan study tour dari beberapa daerah seperti Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta turut memperparah situasi. "Penurunan pendapatan kami semakin signifikan karena banyak pembatalan reservasi akibat larangan study tour tersebut," imbuhnya. Saat ini, lima hotel di Yogyakarta telah melaporkan pengurangan jam kerja kepada PHRI DIY. PHRI DIY berharap pemerintah dapat memahami kondisi yang tengah dihadapi dan melakukan koreksi terhadap Inpres Nomor 1 Tahun 2025 agar sektor perhotelan dapat kembali pulih.

Dampak serupa juga dirasakan oleh sektor perhotelan di Solo, Jawa Tengah. Ketua PHRI Solo, Joko Sutrisno, mengungkapkan bahwa banyak reservasi untuk Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition (MICE) dibatalkan akibat efisiensi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2025. Pembatasan perjalanan dinas dan larangan rapat di luar kantor yang diberlakukan pemerintah juga menjadi pukulan telak bagi hotel-hotel berbintang yang selama ini mengandalkan pendapatan dari acara-acara MICE. "Banyak reservasi hotel yang dibatalkan, dan jumlahnya berbeda-beda di setiap hotel," kata Joko.

Situasi ini menunjukkan betapa krusialnya peran pemerintah dalam menjaga keberlangsungan sektor perhotelan dan pariwisata. Baik di Yogyakarta maupun Solo, industri perhotelan berharap adanya solusi dari pemerintah agar kebijakan efisiensi anggaran tidak semakin memperburuk kondisi ekonomi sektor pariwisata dan perhotelan, serta mencegah PHK massal yang berdampak luas terhadap perekonomian daerah.

Beberapa poin penting yang perlu diperhatikan: * Pengurangan jam kerja sebagai upaya bertahan hidup di tengah dampak Inpres 1/2025. * Ancaman PHK massal jika kondisi tidak membaik. * Dampak negatif larangan study tour dari beberapa daerah. * Situasi serupa terjadi di Solo, dengan pembatalan reservasi MICE. * Harapan PHRI akan solusi dari pemerintah.