Masa Depan Suram, Puluhan Ribu Mantan Pekerja Sritex Terkatung-katung Menanti Pesangon
Nasib pilu menghantui puluhan ribu mantan karyawan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) setelah gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) melanda pada Februari 2025. Janji manis pesangon yang seharusnya menjadi jaring pengaman bagi mereka yang kehilangan pekerjaan, kini menjelma menjadi mimpi buruk yang tak kunjung usai.
Ketidakpastian ini semakin diperkeruh dengan jeratan hukum yang menjerat salah satu petinggi Sritex. Ristandi, Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), mengungkapkan kekhawatiran mendalam terkait situasi ini. Ia menyoroti bagaimana proses hukum yang tengah berjalan berpotensi mengancam harapan para mantan karyawan untuk mendapatkan hak pesangon mereka.
"Puluhan ribu korban PHK dari PT Sritex hingga saat ini belum mendapatkan kejelasan mengenai pesangon mereka," ujar Ristandi dalam konferensi pers daring. "Kondisi ini semakin memburuk dengan penangkapan pimpinan perusahaan oleh kejaksaan atas dugaan penyimpangan kredit."
Ristandi menjelaskan bahwa penyitaan aset perusahaan sebagai bagian dari proses hukum dapat memangkas sumber dana yang seharusnya digunakan untuk membayar pesangon. Aset-aset Sritex yang saat ini berada di bawah pengawasan kurator, jika disita oleh negara, akan semakin menjauhkan harapan para mantan karyawan.
"Selama ini, kami berharap pesangon dapat dibayarkan dari hasil penjualan aset perusahaan yang telah dinyatakan pailit. Namun, jika aset-aset tersebut disita, sumber pesangon menjadi semakin tidak jelas," tegasnya.
Informasi mengenai penyewaan bekas pabrik Sritex kepada pihak ketiga juga menambah keraguan. Ristandi khawatir hal ini akan memperlambat proses lelang aset, yang pada akhirnya menunda pembayaran pesangon.
"Nasib hak pesangon teman-teman di Sritex menjadi semakin tidak pasti," keluhnya.
KSPN tidak hanya menyoroti kasus Sritex. Ristandi juga menyampaikan keprihatinannya terhadap mantan karyawan perusahaan lain yang mengalami nasib serupa, seperti PT Dupantex di Pekalongan dan pabrik bulu mata di Garut. Gelombang PHK yang melanda berbagai sektor industri telah menciptakan gelombang pengangguran baru, dengan banyak pekerja kehilangan pekerjaan dan hak pesangon mereka.
"Selain kehilangan pekerjaan, hak pesangon para pekerja juga tidak jelas," tegasnya.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung telah menangkap Komisaris Utama PT Sritex, Iwan Setiawan Lukminto, atas dugaan korupsi dalam pemberian kredit. Kasus ini juga menyeret mantan Direktur Utama Sritex, Dicky Syahbandinata, dan Direktur Utama PT Bank DKI, Zainuddin Mappa.
Menanggapi situasi ini, Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer (Noel) menegaskan bahwa tanggung jawab untuk memenuhi hak-hak mantan karyawan Sritex tetap berada di pundak manajemen lama.
"Tanggung jawab (memenuhi hak karyawan) itu tetap harus dibebankan kepada manajemen yang lama. Tidak bisa tidak," ujar Noel di Kantor Kemenaker.
Noel menjelaskan bahwa Kemenaker telah berupaya melakukan negosiasi dengan manajemen Sritex terkait pembayaran pesangon. Namun, manajemen mengklaim bahwa tanggung jawab tersebut kini berada di tangan kurator Sritex.
"Saya sampaikan kepada dua orang ini untuk bisa membayar kewajiban terkait pesangon. Tapi mereka bilang tanggung jawab ini bukan tanggung jawab kami lagi," tuturnya.
Kemenaker berjanji untuk terus mengawal pemenuhan hak pesangon mantan buruh Sritex, meskipun situasi hukum yang kompleks berpotensi menghambat proses tersebut.