Putusan MK: Pembiayaan Pendidikan Dasar Swasta Jadi Tanggung Jawab Negara, DPR Soroti Potensi Tantangan

DPR: Klasifikasi Sekolah Swasta Mendesak Pasca Putusan MK tentang Pembiayaan Pendidikan Dasar

Wakil Ketua Komisi X DPR RI, My Esti Wijayanti, menyoroti kompleksitas implementasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mewajibkan negara untuk membiayai pendidikan dasar, baik di sekolah negeri maupun swasta. Esti menekankan perlunya klasifikasi sekolah swasta untuk memastikan kebijakan yang tepat sasaran dan menghindari potensi masalah dalam pelaksanaannya.

"Kita harus objektif," ujar Esti. "Ada sekolah swasta yang memang memiliki segmen pasar khusus dan menjalankan misi pendidikan yang lebih kompleks, termasuk dengan tenaga pengajar yang lebih mahal dan fasilitas yang menunjang mutu tinggi." Pernyataan ini menggarisbawahi keberagaman sekolah swasta di Indonesia, di mana sebagian memiliki sumber daya dan biaya operasional yang jauh lebih tinggi dibandingkan yang lain.

Perlunya Klasifikasi Sekolah Swasta

Esti Wijayanti mendorong pemerintah untuk segera menyusun klasifikasi sekolah swasta. Klasifikasi ini bertujuan untuk:

  • Memastikan alokasi anggaran yang tepat sasaran.
  • Mengakomodasi keberagaman kondisi dan kebutuhan sekolah swasta.
  • Memberikan kebebasan bagi sekolah swasta mandiri yang tidak ingin bergantung pada bantuan pemerintah.

"Jadi perlu ada pemahaman dan kebebasan untuk sekolah-sekolah swasta mandiri. Karena pasti ada sekolah yang tidak bersedia sebab dengan kemandiriannya, mereka mampu menghadirkan harapan sekolah berkualitas," jelasnya.

Implikasi Putusan MK dan Tanggung Jawab Negara

Putusan MK ini merupakan respons atas gugatan terhadap Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). MK menilai bahwa frasa "wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya" dalam pasal tersebut hanya berlaku untuk sekolah negeri dan menimbulkan kesenjangan akses pendidikan.

MK berpendapat bahwa negara memiliki kewajiban konstitusional untuk memastikan tidak ada peserta didik yang terhambat dalam memperoleh pendidikan dasar karena alasan ekonomi atau keterbatasan sarana. Oleh karena itu, negara wajib menyediakan subsidi atau bantuan biaya pendidikan bagi siswa yang bersekolah di swasta.

Data dan Kesenjangan Akses Pendidikan

Hakim MK Enny Nurbaningsih memaparkan data yang menunjukkan adanya kesenjangan daya tampung antara sekolah negeri dan swasta. Pada tahun ajaran 2023/2024, sekolah negeri di jenjang SD hanya mampu menampung 970.145 siswa, sementara sekolah swasta menampung 173.265 siswa. Di jenjang SMP, sekolah negeri menampung 245.977 siswa, sedangkan sekolah swasta menampung 104.525 siswa.

Data ini menegaskan bahwa masih banyak siswa yang terpaksa bersekolah di swasta karena keterbatasan kuota di sekolah negeri. Untuk menjamin hak atas pendidikan bagi seluruh warga negara, MK memandang perlu adanya kebijakan afirmatif dari negara.

Tantangan Implementasi dan Harapan DPR

Dengan adanya putusan MK ini, DPR berharap pemerintah dapat segera merumuskan mekanisme yang jelas dan transparan untuk membiayai pendidikan dasar di sekolah swasta. Klasifikasi sekolah swasta menjadi kunci untuk memastikan bantuan yang diberikan tepat sasaran dan tidak menimbulkan masalah baru di kemudian hari. Selain itu, pemerintah juga perlu mempertimbangkan keberagaman kondisi sekolah swasta dan memberikan kebebasan bagi sekolah yang ingin tetap mandiri.

Implementasi putusan MK ini diharapkan dapat meningkatkan akses pendidikan dasar bagi seluruh anak Indonesia, tanpa terkendala oleh faktor ekonomi. Namun, keberhasilan implementasi ini sangat bergantung pada kesiapan dan ketepatan langkah pemerintah dalam menyusun kebijakan dan mekanisme yang efektif.