Dedi Mulyadi Pertanyakan Fokus Pengkritik Barak Militer: Lebih Utamakan Proyek daripada Sentuhan Hati dalam Pendidikan

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, baru-baru ini menyampaikan kritik terhadap pihak-pihak yang terus menyoroti program pendidikan kebangsaan di barak militer. Ia merasa heran mengapa program yang telah menunjukkan hasil positif dalam waktu singkat ini terus mendapatkan gangguan, sementara kasus dugaan korupsi di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) seolah-olah diabaikan.

Dedi Mulyadi menjelaskan bahwa program pendidikan kebangsaan gelombang pertama di barak militer telah selesai dilaksanakan dan menunjukkan hasil yang menggembirakan. Orang tua siswa bahkan telah merasakan perubahan positif pada perilaku anak-anak mereka. Antusiasme masyarakat juga tinggi, terbukti dengan adanya ribuan orang yang ingin mendaftarkan anaknya dalam program tersebut. Pernyataan ini dikonfirmasi oleh Dedi Mulyadi melalui unggahan di media sosialnya.

"Namun, ironisnya, para ahli dan cendekiawan di Indonesia terus memberikan kritik dan saran yang seolah-olah program ini adalah ancaman besar bagi bangsa," ujar Dedi Mulyadi.

Ia menambahkan bahwa pendidikan kebangsaan justru bertujuan untuk memperbaiki kondisi bangsa. Meskipun ada yang berpendapat bahwa dampaknya hanya jangka pendek, Dedi Mulyadi menganggapnya sebagai solusi cepat dalam situasi darurat. Ia mengibaratkan kondisi ini seperti orang sakit yang membutuhkan tindakan segera untuk mencegah kematian.

Lebih lanjut, Dedi Mulyadi menyoroti kasus dugaan korupsi digitalisasi pendidikan di Kemendikbud yang terjadi tujuh tahun lalu. Menurutnya, kasus dengan potensi kerugian negara mencapai puluhan triliun rupiah ini seharusnya menjadi perhatian utama. Namun, ia menyayangkan sikap diam dan kurangnya kepedulian dari para pengkritik barak militer terhadap kasus ini.

"Kasus korupsi ini jauh lebih penting untuk ditangani karena dapat merusak sistem pendidikan Indonesia dan mentalitas anak-anak," tegas Dedi Mulyadi.

Ia berpendapat bahwa fokus yang berlebihan pada proyek-proyek pendidikan dan kurangnya perhatian terhadap rasa dan cinta yang dibutuhkan anak-anak telah menjadikan mereka korban dari sistem yang perlu segera diperbaiki.

Menurut Dedi Mulyadi, anak-anak tidak akan tumbuh dengan baik jika sistem pendidikan hanya berorientasi pada anggaran, biaya, dan ambisi memperbanyak proyek. Pendidikan yang ideal seharusnya didasarkan pada cinta, keikhlasan, dan nilai-nilai yang dikembangkan antara sistem, guru, dan siswa.

"Semoga hal ini menjadi bahan renungan bagi kita semua. Saya tidak menganggap diri saya baik, tetapi mari kita peduli bahwa anak-anak kita membutuhkan cinta kasih dan tindakan nyata, bukan hanya sekadar teori dan kajian," pungkasnya.

Inti dari pernyataan Dedi Mulyadi adalah pentingnya keseimbangan antara pembangunan fisik (proyek) dan pembangunan karakter (rasa dan cinta) dalam pendidikan. Ia mengajak semua pihak untuk lebih peduli terhadap kebutuhan emosional dan spiritual anak-anak, serta tidak mengabaikan potensi ancaman korupsi terhadap sistem pendidikan.

Dedi Mulyadi juga menekankan bahwa pendidikan karakter, meskipun dampaknya mungkin tidak langsung terlihat seperti proyek fisik, memiliki peran krusial dalam membentuk generasi muda yang berkualitas dan berintegritas.