Revisi KUHAP di Masa Reses DPR Picu Polemik: Transparansi dan Partisipasi Publik Dipertanyakan

Pembahasan Revisi KUHAP di Masa Reses DPR Tuai Kritik

Rencana Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk membahas revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) selama masa reses menuai kritik tajam. Langkah ini dianggap berpotensi mengurangi transparansi dan partisipasi publik dalam proses legislasi.

Fajri Nursyamsi, Deputi Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), menyampaikan kekhawatirannya terkait pembahasan RUU KUHAP yang dikebut selama masa reses. Menurutnya, langkah ini berpotensi mengulangi preseden buruk dari pembahasan RUU sebelumnya, seperti RUU Cipta Kerja, RUU Minerba, dan RUU MK, yang menunjukkan bahwa pembahasan di masa reses cenderung mengurangi transparansi, partisipasi publik, dan akuntabilitas.

"Pembahasan RUU di masa reses justru mengurangi transparansi dan partisipasi, yang akibatnya pembahasan jadi tidak akuntabel," kata Fajri.

PSHK menekankan bahwa revisi KUHAP memang penting, terutama untuk mendukung pembahasan RUU Perampasan Aset. Namun, DPR seharusnya tidak mengabaikan prosedur pembentukan peraturan perundang-undangan yang telah mengatur bahwa masa reses seharusnya digunakan untuk menyerap aspirasi masyarakat di daerah pemilihan (dapil), sementara rapat pembahasan RUU idealnya dilakukan selama masa sidang.

Fajri menambahkan bahwa selama masa reses, anggota DPR seharusnya fokus pada penyerapan aspirasi masyarakat di daerah, bukan justru melaksanakan rapat pembahasan RUU. Ia menegaskan bahwa masa reses merupakan bagian penting dari peran DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat, yang memberikan ruang bagi konstituen untuk berpartisipasi dalam pemerintahan.

Percepatan Revisi KUHAP untuk Dukung RUU Lain

Sebelumnya, pimpinan DPR telah memberikan izin untuk menggelar rapat dengar pendapat dan pembahasan revisi KUHAP selama masa reses. Wakil Ketua DPR Adies Kadir menjelaskan bahwa percepatan pembahasan KUHAP ini bertujuan untuk membuka jalan bagi pembahasan RUU Perampasan Aset dan Revisi UU Polri yang pembahasannya tertunda.

"Jadi semua nunggu KUHAP. Nunggu KUHAP. KUHAP-nya selesai. Makanya KUHAP dikebut, minta izin rapat-rapat pada saat reses," ujar Adies.

Meski demikian, Adies menegaskan bahwa hingga saat ini belum ada alat kelengkapan dewan (AKD) yang secara resmi mengajukan izin untuk mengadakan rapat terkait revisi KUHAP selama masa reses yang berlangsung dari 28 Mei 2025 hingga 23 Juni 2025.

Target Pemberlakuan KUHAP Baru

Komisi III DPR RI telah memulai serangkaian rapat dengar pendapat untuk menyusun draf revisi KUHAP. Ketua Komisi III DPR Habiburokhman bahkan menyatakan bahwa DPR menargetkan revisi KUHAP dapat diselesaikan dan berlaku efektif mulai 1 Januari 2026, bersamaan dengan pemberlakuan hukum materiilnya, yaitu KUHP baru.

"Kita kejar waktu agar per 1 Januari 2026 kita sudah punya KUHAP yang baru, dan sudah berlaku, bersamaan dengan hukum materiilnya, yaitu KUHP baru yang berlaku tanggal tersebut," ujar Habiburokhman.