Kenaikan Pangkat Seskab Teddy: Wewenang Presiden dan Dinamika Kritik Publik

Kenaikan Pangkat Seskab Teddy: Wewenang Presiden dan Dinamika Kritik Publik

Debat publik mengemuka terkait kenaikan pangkat Sekretaris Kabinet (Seskab) Teddy Indra Wijaya dari Mayor menjadi Letnan Kolonel (Letkol). Langkah tersebut, yang dilakukan berdasarkan Surat Perintah Nomor Sprin/674/II/2025 atas perintah Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto, telah memicu perdebatan mengenai prosedurnya dan memunculkan pertanyaan seputar transparansi dan akuntabilitas dalam sistem kenaikan pangkat di lingkungan TNI.

Dalam sebuah Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi I DPR RI pada Senin, 10 Maret 2024, Ketua DPP Persatuan Purnawirawan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Pepabri), Agum Gumelar, memberikan pandangannya. Agum, seorang pensiunan Jenderal TNI, menegaskan bahwa keputusan kenaikan pangkat tersebut berada sepenuhnya dalam wewenang Presiden. Ia menyatakan bahwa Presiden, sebagai panglima tertinggi dan pemegang kekuasaan tertinggi di seluruh angkatan TNI, berhak memberikan diskresi dalam hal ini. Pepabri, menurut Agum, tidak memiliki kewenangan untuk mengintervensi keputusan Presiden. "Itu memang kuasanya presiden," tegas Agum, menekankan bahwa Presiden memiliki hak penuh untuk mengambil keputusan tersebut tanpa campur tangan pihak manapun.

Pernyataan Agum ini menanggapi pertanyaan dari Anggota DPR RI Fraksi PKB, Syamsu Rizal, yang sebelumnya menyinggung adanya kenaikan pangkat yang dianggap tidak lazim. Syamsu Rizal mengungkapkan kekhawatirannya terkait mekanisme kenaikan pangkat yang tidak transparan dan menimbulkan pertanyaan publik. Ia menekankan pentingnya penjelasan mengenai filosofi di balik keputusan tersebut untuk menjaga kepercayaan publik terhadap transparansi proses kenaikan pangkat di lingkungan TNI.

Namun, pandangan Agum tidak sepenuhnya mengakhiri perdebatan. Kritik sebelumnya telah dilontarkan oleh anggota Komisi I DPR, Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin, yang mempertanyakan dasar hukum dan prosedur kenaikan pangkat tersebut. Hasanuddin menyoroti kejanggalan penggunaan Surat Perintah, bukan Surat Keputusan, sebagai dasar kenaikan pangkat. Perbedaan ini menimbulkan pertanyaan mengenai apakah prosedur yang digunakan sudah sesuai dengan regulasi yang berlaku dan apakah memenuhi standar transparansi dan akuntabilitas yang diharapkan.

Perdebatan ini menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam sistem pengangkatan dan kenaikan pangkat di lingkungan TNI. Publik berhak mendapatkan penjelasan yang jelas dan rinci mengenai mekanisme yang digunakan, agar kepercayaan publik terhadap integritas dan profesionalisme TNI tetap terjaga. Ke depan, diperlukan mekanisme yang lebih transparan dan akuntabel untuk mencegah munculnya interpretasi yang beragam dan keraguan publik terhadap keputusan-keputusan penting seperti kenaikan pangkat ini.

  • Poin-poin penting yang perlu diperhatikan:*

  • Wewenang Presiden dalam kenaikan pangkat di TNI.

  • Transparansi dan akuntabilitas dalam proses kenaikan pangkat.
  • Perbedaan antara Surat Perintah dan Surat Keputusan sebagai dasar hukum.
  • Tanggapan Pepabri dan pandangan anggota DPR.
  • Perlu adanya mekanisme yang lebih transparan dan akuntabel di masa mendatang.